Senin, 06 Juni 2011

UNDANG-UNDANG REPUBILIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007

TENTANG
PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara
langsung oleh rakyat merupakan
sarana perwujudan kedaulatan
rakyat guna menghasilkan peme-rintahan negara yang demokratis
berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa penyelenggaraan pemilihan
umum secara langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil
hanya dapat terwujud apabila
dilaksanakan oleh penyelenggara
pemilihan umum yang mempunyai
integritas, profesionalitas, dan
akuntabilitas;
c. bahwa berdasarkan penyeleng-garaan pemilihan umum sebe-lumnya, diperlukan penyem-purnaan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan
yang mengatur penyelenggara
pemilihan umum;
d. bahwa penyempurnaan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur penye-lenggara pemilihan umum dimak-sudkan untuk lebih meningkatkan
1
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 2007
TENTANG
PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM
I. UMUM
Pemilihan umum secara langsung oleh
rakyat merupakan sarana perwuju-dan kedaulatan rakyat guna meng-hasilkan pemerintahan negara yang
demokratis berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Penye-lenggaraan pemilihan umum secara la-ngsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil dapat terwujud apabila dilak-sanakan oleh penyelenggara pemilihan
umum yang mempunyai integritas,
profesionalitas, dan akuntabilitas.
Undang-Undang Dasar Negara Re-publik Indonesia Tahun 1945 menya-takan bahwa pemilihan umum dise-lenggarakan oleh suatu komisi pemi-lihan umum yang bersifat nasional,
tetap, dan mandiri. Amanat konsti-tusi tersebut untuk memenuhi tun-tutan perkembangan kehidupan poli-tik, dinamika masyarakat, dan per-kembangan demokrasi yang sejalan
dengan pertumbuhan kehidupan ber-bangsa dan bernegara. Di samping
itu, wilayah negara Indonesia yang
luas dengan jumlah penduduk yang
besar dan menyebar di seluruh
Nusantara serta memiliki komplek-sitas nasional menuntut penyeleng-gara pemilihan umum yang profe-sional dan memiliki kredibilitas yang
dapat dipertanggung jawabkan.
Penyempurnaan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan
yang mengatur penyelenggara pemi-lihan umum dimaksudkan untuk lebih
meningkatkan fungsi perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan
evaluasi penyelenggaraan pemilihan
fungsi perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi;
e. bahwa diperlukan satu undang-undang yang mengatur penye-lenggara pemilihan umum;
f. bahwa berdasarkan pertimbang-an sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c, huruf
d, dan, huruf e perlu membentuk
Undang-Undang tentang Penye-lenggara Pemilihan Umum;
Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A, Pasal
18 ayat (3) dan ayat (4), Pasal
20, Pasal 21, dan Pasal 22 E Un-dang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2003 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rak-yat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Dae-rah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 37,
Tambahan Lembaran Negara Re-publik Indonesia Nomor 4277)
sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2006 tentang Pe-netapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2006 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2003 tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Dae-rah Menjadi Undang- Undang
Negara Republik Indonesia
umum. Oleh karena itu, diperlukan satu
undang-undang yang mengatur pe-nyelenggara pemilihan umum.
Dalam Undang-Undang ini diatur me-ngenai penyelenggara pemilihan umum
yang dilaksanakan oleh suatu komisi
pemilihan umum, selanjutnya disebut
Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
Sifat nasional mencerminkan bahwa
wilayah kerja dan tanggung jawab KPU
sebagai penyelenggara pemilihan
umum mencakup seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai
lembaga yang menjalankan tugas
secara berkesinambungan meskipun
dibatasi oleh masa jabatan tertentu.
Sifat mandiri menegaskan KPU dalam
menyelenggarakan dan melaksanakan
pemilihan umum bebas dan pengaruh
pihak mana pun.
Perubahan penting dalam Undang-Un-dang ini, antara lain, meliputi penga-turan mengenai lembaga penyeleng-gara Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak-yat Daerah; Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil Presiden; serta Pemilihan
Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah yang diatur dalam beberapa
peraturan perundang-undangan dan
disempurnakan menjadi 1 (satu) unda-ng-undang secara lebih komprehensif.
Di dalam Undang-Undang ini diatur
mengenai KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota sebagai lembaga pe-nyelenggara pemilihan umum yang
permanen. KPU dalam menjalankan tu-gasnya bertanggung jawab sesuai de-ngan peraturan perundang-undangan
serta dalam hal penyelenggaraan se-luruh tahapan pemilihan umum dan tu-gas lainnya; KPU memberikan laporan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan
Presiden. Undang-Undang ini juga me-ngatur pembentukan panitia pemilihan
yang meliputi PPK, PPS, KPPS dan PPLN
2
(Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4631);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2003 tentang Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden
(Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 93,
Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4311);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diu-bah dengan Undang-Undang No-mor 8 Tahun 2005 tentang Pene-tapan Peraturan Pemerintah Pe-ngganti Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2005 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerin-tahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Re-publik Indonesia Tahun 2005 No-mor 108, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia
Nomor 4548);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG
PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM.
serta KPPSLN yang merupakan penye-lenggara pemilihan umum yang ber-sifat ad hoc. Panitia tersebut mem-punyai peranan penting dalam pelak-sanaan semua tahapan penyeleng-garaan pemilihan umum dalam rangka
mengawal terwujudnya pemilihan
umum yang langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil.
Dalam penyelenggaraan pemilihan
umum, diperlukan adanya suatu pe-ngawasan untuk menjamin agar pemi-lihan umum tersebut benar-benar di-laksanakan berdasarkan asas pemi-lihan umum dan peraturan perundang-undangan. Untuk mengawasi penye-lenggaraan pemilihan umum, Undang-Undang ini mengatur mengenai Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang ber-sifat tetap. Fungsi pengawasan intern
oleh KPU dilengkapi dengan fungsi
pengawasan ekstern yang dilakukan
oleh Bawaslu serta Panwaslu Provinsi,
Panwaslu Kabupaten/ Kota, Panwaslu
Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapa-ngan, dan Pengawas Pemilu Luar Ne-geri. Pembentukan Pengawas Pemilu
tersebut tidak dimaksudkan untuk
mengurangi kemandirian dan kewe-nangan KPU sebagai penyelenggara
pemilihan umum.
Adanya lembaga penyelenggara pemi-lihan umum yang profesional mem-butuhkan Sekretariat Jenderal KPU di
tingkat pusat dan sekretariat KPU Pro-vinsi dan sekretariat KPU Kabupaten/
Kota di daerah sebagai lembaga pendu-kung yang profesional dengan tugas
utama membantu hal teknis adminis-tratif, termasuk pengelolaan angga-ran. Untuk lebih membantu lancarnya
tugas-tugas KPU, diangkat tenaga ah-li/pakar sesuai dengan kebutuhan dan
berada di bawah koordinasi Sekretaris
Jenderal KPU.
Dalam rangka mewujudkan KPU dan
Bawaslu yang memiliki integritas dan
kredibilitas sebagai Penyelenggara Pe-milu, disusun dan ditetapkan Kode Etik
3
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu,
adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat
yang diselenggarakan secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah adalah Pemilu untuk
memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah
Pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil
Presiden dalam Negara Kesatuan Republik In-donesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
4. Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
adalah Pemilu untuk memilih kepala daerah
Penyelenggara Pemilu. Agar Kode Etik
Penyelenggara Pemilu dapat diterap-kan dalam penyelenggaraan pemilihan
umum, dibentuk Dewan Kehormatan
KPU, KPU Provinsi, dan Bawaslu.
Untuk mendukung kelancaran penye-lenggaraan pemilihan umum, Undang-Undang ini memuat pengaturan yang
mengamanatkan agar Pemerintah
dan pemerintah daerah memberikan
bantuan dan fasilitas yang diperlukan
oleh KPU dan Bawaslu.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
4
dan wakil kepala daerah secara langsung dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Penyelenggara Pemilihan Umum adalah
lembaga yang menyelenggarakan Pemilu
untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dan Presiden dan
Wakil Presiden, serta kepala daerah dan wakil
kepala daerah secara langsung oleh rakyat.
6. Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disebut
KPU, adalah lembaga Penyelenggara Pemilu
yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
7. Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Komisi
Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, selan-jutnya disebut KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota, adalah Penyelenggara
Pemilu di provinsi dan kabupaten/kota.
8. Panitia Pemilihan Kecamatan, selanjutnya
disebut PPK, adalah panitia yang dibentuk oleh
KPU Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan
Pemilu di tingkat kecamatan atau nama lain.
9. Panitia Pemungutan Suara, selanjutnya disebut
PPS, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU
Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan
Pemilu di tingkat desa atau nama lain/
kelurahan.
10. Panitia Pemilihan Luar Negeri, selanjutnya
disebut PPLN, adalah panitia yang dibentuk
oleh KPU untuk menyelenggarakan Pemilu di
luar negeri.
11. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara,
selanjutnya disebut KPPS, adalah kelompok
yang dibentuk oleh PPS untuk menyeleng-garakan pemungutan suara di tempat
pemungutan suara.
5
12. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara
Luar Negeri, selanjutnya disebut KPPSLN,
adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN
untuk menyelenggarakan pemungutan suara
di tempat pemungutan suara luar negeri.
13. Tempat Pemungutan Suara, selanjutnya
disebut TPS, adalah tempat dilaksanakannya
pemungutan suara.
14. Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri, selan-jutnya disebut TPSLN, adalah tempat dilak-sanakannya pemungutan suara di luar negeri.
15. Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disebut
Bawaslu, adalah badan yang bertugas
mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
16. Panitia Pengawas Pemilu Provinsi dan Panitia
Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya
disebut Panwaslu Provinsi dan Panwaslu
Kabupaten/Kota, adalah Panitia yang dibentuk
oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan
Pemilu di wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
17. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selan-jutnya disebut Panwaslu Kecamatan, adalah
panitia yang dibentuk oleh Panwaslu Kabu-paten/ Kota untuk mengawasi penyelengga-raan Pemilu di wilayah kecamatan atau nama
lain.
18. Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas
yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan untuk
mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa
atau nama lain/kelurahan.
19. Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah petugas
yang dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi
penyelenggaraan Pemilu di luar negeri.
20. Dewan Kehormatan adalah alat kelengkapan
KPU, KPU Provinsi, dan Bawaslu yang dibentuk
untuk menangani pelanggaran kode etik
Penyelenggara Pemilu.
6
BAB Il
ASAS PENYELENGGARA PEMILU
Pasal 2
Penyelenggara Pemilu berpedoman kepada asas:
a. mandiri;
b. jujur;
c. adil;
d. kepastian hukum;
e. tertib penyelenggara Pemilu;
f. kepentingan umum;
g. keterbukaan;
h. proporsionalitas;
i. profesionalitas;
j. akuntabilitas;
k. efisiensi; dan
l. efektivitas.
BAB III
KOMISI PEMILIHAN UMUM
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
(1) Wilayah kerja KPU meliputi seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) KPU menjalankan tugasnya secara berke-sinambungan.
(3) Dalam menyelenggarakan Pemilu, KPU bebas
dari pengaruh pihak mana pun berkaitan
dengan pelaksanaan tugas dan wewenangnya.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Rumusan pasal ini menjelaskan
sifat penyelenggara Pemilu yang
nasional, tetap, dan mandiri.
7
Bagian Kedua
Kedudukan, Susunan, dan Keanggotaan
Pasal 4
(1) KPU berkedudukan di ibu kota negara Republik
Indonesia.
(2) KPU Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.
(3) KPU Kabupaten/Kota berkedudukan di ibu kota
kabupaten/kota.
Pasal 5
(1) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
bersifat hierarkis.
(2) KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat
tetap.
(3) Dalam menjalankan tugasnya, KPU dibantu
oleh Sekretariat Jenderal; KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota masing-masing dibantu
oleh sekretariat.
(4) Tata kerja KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut oleh KPU.
Pasal 6
(1) Jumlah anggota:
a. KPU sebanyak 7 (tujuh) orang;
b. KPU Provinsi sebanyak 5 (lima) orang;dan
c. KPU Kabupaten/Kota sebanyak 5 (lima) orang.
(2) Keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota terdiri atas seorang ketua
merangkap anggota dan anggota.
(3) Ketua KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/
Kota dipilih dari dan oleh anggota.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
8
(4) Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota mempunyai hak suara yang
sama.
(5) Komposisi keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan
KPU Kabupaten/Kota memperhatikan keter-wakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%
(tiga puluh perseratus).
(6) Masa keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU
kabupaten/Kota 5 (lima) tahun terhitung sejak
pengucapan sumpah/janji.
(7) Sebelum berakhirnya masa keanggotaan KPU,
KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota seba-gaimana dimaksud pada ayat (6), calon
anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota yang baru harus sudah
diajukan dengan memperhatikan ketentuan
dalam Undang-Undang ini.
Pasal 7
(1) Ketua KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/
Kota mempunyai tugas:
a. memimpin rapat pleno dan seluruh
kegiatan KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota;
b. bertindak untuk dan atas nama KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota ke luar
dan ke dalam;
c. memberikan keterangan resmi tentang
kebijakan dan kegiatan KPU, KPU Provinsi,
dan KPU Kabupaten/Kota; dan
d. menandatangani seluruh peraturan dan
keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Ketua KPU,
KPU Provinsi, Dan KPU Kabupaten/Kota ber-tanggung jawab kepada rapat pleno.
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang berhak menandatangani per-aturan hanya Ketua KPU.
Ayat (2)
Cukup jelas.
9
Bagian Ketiga
Tugas, Wewenang, dan Kewajiban
Paragraf 1
Komisi Pemilihan Umum
Pasal 8
(1) Tugas dan wewenang KPU dalam penyeleng-garaan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi:
a. merencanakan program dan anggaran
serta menetapkan jadwal;
b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU,
KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK,
PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN;
c. menyusun dan menetapkan pedoman yang
bersifat teknis untuk tiap-tiap tahapan ber-dasarkan peraturan perundang-undangan;
d. mengoordinasikan, menyelenggarakan,
dan mengendalikan semua tahapan;
e. memutakhirkan data pemilih berdasarkan
data kependudukan dan menetapkannya
sebagai daftar pemilih;
f. menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi;
g. menetapkan peserta Pemilu;
h. menetapkan dan mengumumkan hasil
rekapitulasi penghitungan suara tingkat
nasional berdasarkan hasil rekapitulasi
penghitungan suara di KPU Provinsi untuk
Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan hasil rekapitulasi penghitungan suara
di tiap-tiap KPU Provinsi untuk Pemilu
Anggota Dewan Perwakilan Daerah dengan
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dalam pemutakhiran data pemilih,
KPU merupakan pengguna akhir
data kependudukan yang disiapkan
dan diserahkan oleh Pemerintah.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Rekapitulasi hasil penghitungan
suara disahkan dalam rapat pleno
KPU dan dituangkan ke dalam
berita acara.
10
membuat berita acara penghitungan suara
dan sertifikat hasil penghitungan suara;
i. membuat berita acara penghitungan suara
serta membuat sertifikat penghitungan
suara dan wajib menyerahkannya kepada
saksi peserta Pemilu dan Bawaslu;
j. menerbitkan Keputusan KPU untuk
mengesahkan hasil Pemilu dan meng-umumkannya;
k. menetapkan dan mengumumkan
perolehan jumlah kursi anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Ralkyat Daerah Provinsi, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/
Kota untuk setiap partai politik peserta
Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
l. mengumumkan calon anggota Dewan Per-wakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah
terpilih dan membuat berita acaranya;
m. menetapkan standar serta kebutuhan
pengadaan dan pendistribusian perleng-kapan;
n. memeriksa pengaduan dan/atau laporan
adanya pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh anggota KPU, KPU Provinsi,
PPLN, dan KPPSLN;
o. menindaklanjuti dengan segera temuan dan
laporan yang disampaikan oleh Bawaslu;
Huruf i
Yang dimaksud dengan "KPU wajib
menyerahkannya kepada saksi"
adalah KPU wajib memberikan berita
acara dan sertifikat penghitungan
suara kepada saksi dan Bawaslu,
baik diminta maupun tidak.
Huruf j
Hasil Pemilu adalah jumlah suara
yang diperoleh setiap peserta
Pemilu anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf I
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Yang dimaksud dengan "menindak-lanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik
menghen-tikan temuan dan laporan
yang tidak terbukti maupun
meneruskan temuan dan laporan
yang terbukti.
11
p. menonaktifkan sementara dan/atau
mengenakan sanksi administratif kepada
anggota KPU, KPU Provinsi, PPLN, dan
KPPSLN, Sekretaris Jenderal KPU, dan
pegawai Sekretariat Jenderal KPU yang
terbukti melakukan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan pe-nyelenggaraan Pemilu yang sedang berlang-sung berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
q. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan
tugas dan wewenang KPU kepada
masyarakat;
r. menetapkan kantor akuntan publik untuk
mengaudit dana kampanye dan mengumum-kan laporan sumbangan dana kampanye;
s. melakukan evaluasi dan membuat laporan
setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
t. melaksanakan tugas dan wewenang lain
yang diberikan oleh undang-undang.
(2) Tugas dan wewenang KPU dalam penyelengga-raan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi:
a. merencanakan program dan anggaran
serta menetapkan jadwal;
b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU,
KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK,
PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN;
c. menyusun dan menetapkan pedoman yang
bersifat teknis untuk tiap-tiap tahapan berda-sarkan peraturan perundang-undangan;
d. mengoordinasikan, menyelenggarakan,
dan mengendalikan semua tahapan;
e. memutakhirkan data pemilih berdasarkan
data kependudukan dan menetapkannya
sebagai daftar pemilih;
Huruf p
Yang dimaksud dengan "menonaktif-kan sementara" adalah membebas-tugaskan sementara yang ber-sangkutan dan tugasnya dalam
menyelenggarakan tahapan Pemilu.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dalam pemutakhiran data pemilih,
KPU merupakan pengguna akhir
data kependudukan yang disiapkan
dan diserahkan oleh Pemerintah.
12
f. menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi;
g. menetapkan pasangan calon presiden dan
calon wakil presiden yang telah memenuhi
persyaratan;
h. menetapkan dan mengumumkan hasil
rekapitulasi penghitungan suara ber-dasarkan hasil rekapitulasi penghitungan
suara di KPU Provinsi dengan membuat
berita acara penghitungan suara dan
sertifikat hasil penghitungan suara;
i. membuat berita acara penghitungan suara
serta membuat sertifikat penghitungan
suara dan wajib menyerahkannya kepada
saksi peserta Pemilu dan Bawaslu;
j. menerbitkan Keputusan KPU untuk
mengesahkan hasil Pemilu dan mengu-mumkannya;
k. mengumumkan pasangan calon presiden
dan wakil presiden terpilih dan membuat
berita acaranya;
l. menetapkan standar serta kebutuhan pe-ngadaan dan pendistribusian perlengkapan;
m. memeriksa pengaduan dan/atau laporan
adanya pelanggaran kode etik yang dilaku-kan oleh anggota KPU, KPU Provinsi, PPLN,
dan KPPSLN;
n. menindaklanjuti dengan segera temuan dan
Iaporan yang disampaikan oleh Bawaslu;
o. menonaktifkan sementara dan/atau
mengenakan sanksi administratif kepada
anggota KPU, KPU Provinsi, PPLN, KPPSLN,
Sekretaris Jenderal KPU, dan pegawai Sekre-Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Rekapitulasi hasil penghitungan
suara disahkan dalm rapat pleno
KPU dan dituangkan ke dalam
berita acara.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "wajib me-nyerahkannya kepada saksi" adalah
KPU wajib memberikan berita acara
dan sertifikat penghitungan suara,
baik diminta maupun tidak diminta.
Huruf j
Hasil Pemilu adalah jumlah suara
yang diperoleh setiap pasangan
calon presiden dan wakil presiden.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf I
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Yang dimaksud dengan "menindak
lanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghen-tikan temuan dan laporan yang
tidak terbukti maupun meneruskan
temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf o
Yang dimaksud dengan "menona-ktifkan sementara" adalah membe-bastugaskan sementara yang
bersangkutan dari tugasnya dalam
13
menyelenggarakan tahapan Pemilu.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukupjelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
tariat Jenderal KPU yang terbukti melakukan
tindakan yang mengakibatkan terganggunya
tahapan penyelenggaraan Pemilu yang se-dang berlangsung berdasarkan rekomendasi
Bawaslu dan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
p. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tu-gas dan wewenang KPU kepada
masyarakat;
q. menetapkan kantor akuntan publik untuk
mengaudit dana kampanye dan mengumum-kan laporan sumbangan dana kampanye;
r. melakukan evaluasi dan membuat laporan
setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
s. melaksanakan tugas dan wewenang lain
yang diberikan oleh undang-undang.
(3) Tugas dan wewenang KPU dalam penyeleng-garaan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah meliputi:
a. menyusun dan menetapkan pedoman tata
cara penyelenggaraan sesuai dengan
tahapan yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan,
b. mengoordinasikan dan memantau tahapan;
c. melakukan evaluasi tahunan penyelengga-raan Pemilu;
d. menerima laporan hasil Pemilu dari KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota;
e. menonaktifkan sementara dan/atau
mengenakan sanksi administratif kepada
anggota KPU Provinsi yang terbukti
melakukan tindakan yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan Pe-milu yang sedang berlangsung berdasarkan
rekomendasi Bawaslu dan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
14
f. melaksanakan tugas dan wewenang lain
yang diberikan oleh undang-undang.
(4) KPU dalam Pemilu Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden, dan Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah berkewajiban:
a. melaksanakan semua tahapan penyeleng-garaan Pemilu secara tepat waktu;
b. memperlakukan peserta Pemilu dan pa-sangan calon secara adil dan setara;
c. menyampaikan semua informasi penye-lenggaraan Pemilu kepada masyarakat;
d. melaporkan pertanggungjawaban peng-gunaan anggaran sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
e. memelihara arsip dan dokumen Pemilu serta
mengelola barang inventaris KPU berda-sarkan peraturan perundang-undangan;
f. menyampaikan laporan periodik mengenai
tahapan penyelenggaraan Pemilu kepada
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat
serta menyampaikan tembusannya kepada
Bawaslu;
g. membuat berita acara pada setiap rapat
pleno KPU dan ditandatangani oleh ketua
dan anggota KPU;
h. menyampaikan laporan penyelenggaraan
Pemilu, kepada Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat serta menyampaikan
tembusannya kepada Bawaslu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari setelah
pengucapan sumpah/janji pejabat; dan
i. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Penggunaan anggaran yang diterima
KPU dari APBN diperiksa secara
periodik oleh Badan Pemeriksa
Keuangan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
15
Paragraf 2
KPU Provinsi
Pasal 9
(1) Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam
penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi:
a. menjabarkan program dan melaksanakan
anggaran serta menetapkan jadwal di
provinsi;
b. melaksanakan semua tahapan penyeleng-garaan di provinsi berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
c. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan
mengendalikan tahapan penyelenggaraan
oleh KPU Kabupaten/Kota;
d. memutakhirkan data pemilih berdasarkan
data kependudukan dan menetapkannya
sebagai daftar pemilih;
e. menerima daftar pemilih dari KPU
Kabupaten/Kota dan menyampaikannya
kepada KPU;
f. menetapkan dan mengumumkan hasil
rekapitulasi penghitungan suara Pemilu
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi berdasarkan hasil rekapitulasi di
KPU Kabupaten/Kota dengan membuat
berita acara penghitungan suara dan
sertifikat hasil penghitungan suara;
g. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan
suara Pemilu Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan Anggota Dewan Perwakilan
Daerah di provinsi yang bersangkutan dan
mengumumkannya berdasarkan berita
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dalam pemutakhiran data pemilih,
KPU Provinsi merupakan pengguna
akhir data kependudukan yang
disiapkan dan diserahkan oleh
Pernerintah.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Rekapitulasi hasil penghitungan
suara disahkan dalam rapat pleno
KPU Provinsi dan dituangkan ke
dalam berita acara.
16
acara hasil rekapitulasi penghitungan suara
di KPU Kabupaten/Kota;
h. Membuat berita acara penghitungan suara
serta membuat sertifikat penghitungan sua-ra dan wajib menyerahkannya kepada saksi
Peserta Pemilu, Panwaslu Provinsi, dan KPU;
i. menerbitkan Keputusan KPU Provinsi
untuk mengesahkan hasil Pemilu Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
dan mengumumkannya;
j. mengumumkan calon anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi terpilih
sesuai dengan alokasi jumlah kursi setiap
daerah pemilihan di provinsi yang bersang-kutan dan membuat berita acaranya;
k. memeriksa pengaduan dan/atau laporan
adanya pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota;
l. menindaklanjuti dengan segera temuan
dan laporan yang disampaikan oleh
Panwaslu Provinsi;
m. menonaktifkan sementara dan/atau
mengenakan sanksi administraif kepada
anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris
KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU
Provinsi yang terbukti melakukan tindakan
yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu yang sedang
berlangsung berdasarkan rekomendasi
Panwaslu Provinsi dan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
n. menyelenggarakan sosialisasi penyeleng-garaan Pemilu dan/atau yang berkaitan
dengan tugas dan wewenang KPU Provinsi
Huruf h
Yang dimaksud dengan "KPU Provin-si wajib menyerahkannya kepada
saksi" adalah KPU Provinsi wajib
memberikan berita acara dan
sertifikat penghitungan suara, baik
diminta maupun tidak.
Huruf i
Hasil Pemilu adalah jumlah suara
yang diperoleh setiap peserta
Pemilu Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf I
Yang dimaksud dengan "menindak-lanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghen-tikan temuan dan laporan yang
tidak terbukti maupun meneruskan
temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf m
Yang dimaksud dengan "menonak-tifkan sementara" adalah membe-bastugaskan sementara yang
bersangkutan dari tugasnya dalam
menyelenggarakan tahapan Pemilu.
Huruf n
Cukup jelas.
17
kepada masyarakat;
o. melakukan evaluasi dan membuat laporan
setip tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
p. Melaksanakan tugas dan wewenang lain
yang diberikan oleh KPU dan/atau undang-undang.
(2) Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam
penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden meliputi:
a. menjabarkan program dan melaksanakan
anggaran serta menetapkan jadwal di
provinsi;
b. melaksanakan semua tahapan penyeleng-garaan di provinsi berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
c. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan
mengendalikan tahapan penyelenggaraan
oleh KPU Kabupaten/Kota;
d. memutakhirkan data pemilih berdasarkan
data kependudukan dan menetapkannya
sebagai daftar pemilih;
e. menerima daftar pemilih dari KPU
Kabupaten/Kota dan menyampaikannya
kepada KPU;
f. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan
suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
di provinsi yang bersangkutan dan
mengumumkannya berdasarkan hasil
rekapitulasi penghitungan suara di KPU
Kabupaten/Kota dengan membuat berita
acara penghitungan suara dan sertifikat
hasil penghitungan suara;
g. membuat berita acara penghitungan suara
serta membuat sertifikat hasil penghitungan
suara dan wajib menyerahkannya kepada
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dalam memutakhirkan data pemilih,
KPU Provinsi merupakan pengguna
akhir data kependudukan yang
disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Rekapitulasi hasil penghitungan
suara disahkan dalam rapat pleno
KPU Provinsi dan dituangkan ke
dalam berita acara.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "KPU Provin-si wajib menyerahkannya kepada
saksi" adalah KPU Provinsi wajib
1
saksi peserta Pemilu, Panwaslu Provinsi, dan
KPU;
h. memeriksa pengaduan dan/atau laporan
adanya pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota;
i. menindaklanjuti dengan segera temuan
dan laporan yang disampaikan oleh
Panwaslu Provinsi;
j. menonaktifkan sementara dan/atau
mengenakan sanksi administratif kepada
anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris
KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU
Provinsi yang terbukti melakukan tindakan
yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu yang sedang
berlangsung berdasarkan rekomendasi
Panwaslu Provinsi dan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
k. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan
tugas dan wewenang KPU Provinsi kepada
masyarakat;
l. melakukan evaluasi dan membuat laporan
setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
m. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
diberikan oleh KPU dan/atau undang-undang.
(3) Tugas dan wewenang KPU Provinsi dalam
penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah meliputi:
a. merencanakan program, anggaran, dan
jadwal Pemilu Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah Provinsi;
b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU
Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS,
memberikan berita acara serta
sertifikat penghitungan suara,
baik diminta maupun tidak.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "menindak-lanjuti" adalah mengambil langkah-Iangkah selanjutnya, baik menghen-tikan temuan dan laporan yang
tidak terbukti maupun meneruskan
temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf j
Yang dimaksud dengan "menonaktif-kan sementara" adalah membebas
tugaskan sementara yang bersang-kutan dari tugasnya dalam menye
lenggarakan tahapan Pemilu.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf I
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
1
dan KPPS dalam Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Provinsi dengan
memperhatikan pedoman dari KPU;
c. menyusun dan menetapkan pedoman yang
bersifat teknis untuk tiap-tiap tahapan
penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Provinsi berdasarkan
peraturan perundang-undangan;
d. mengkoordinasikan, menyelenggarakan,
dan mengendalikan semua tahapan
penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Provinsi berdasarkan
peraturan perundang-undangan dengan
memperhatikan pedoman dari KPU;
e. memutakhirkan data pemilih berdasarkan
data kependudukan dan menetapkannya
sebagai daftar pemilih;
f. menerima daftar pemilih dari KPU
Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Provinsi;
g. menetapkan pasangan calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah provinsi
yang telah memenuhi persyaratan;
h. menetapkan dan mengumumkan hasil
rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Ke-pala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pro-vinsi berdasarkan hasil rekapitulasi penghi-tungan suara di KPU Kabupaten/Kota dalam
wilayah provinsi yang bersangkutan de-ngan
membuat berita acara penghitungan suara
dan sertifikat hasil penghitungan suara;
i. membuat barita acara penghitungan suara
serta membuat sertifikat hasil peng-hitungan suara dan wajib menyerahkannya
kepada saksi peserta Pemilu, Panwaslu
Provinsi, dan KPU;
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dalam memutakhirkan data pemilih,
KPU Provinsi merupakan pengguna
akhir data kependudukan yang
disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Rekapitulasi hasil penghitungan
suara disahkan dalam rapat pleno
KPU Provinsi dan dituangkan ke
dalam berita acara.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "KPU Provinsi
wajib menyerahkannya kepada
saksi" adalah KPU Provinsi wajlb
memberikan berita acara serta
sertifikat penghitungan suara, baik
1
j. menetapkan dan mengumumkan hasil Pemilu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Provinsi berdasarkan hasil rekapitulasi
penghitungan suara Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Provinsi dari seluruh
KPU Kabupaten/Kota dalarn Wilayah provinsi
yang bersangkutan dengan membuat berita
acara penghitungan suara dan sertifikat hasil
penghitungan suara;
k. menerbitkan keputusan KPU Provinsi
untuk mengesahkan hasil Pemilu Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi
dan mengumumkannya;
I. mengumumkan pasangan calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah provinsi
terpilih dan membuat berita acaranya;
m. melaporkan hasil Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Provinsi kepada KPU;
n. memeriksa pengaduan dan/atau laporan
adanya pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota;
o. menindaklanjuti dengan segera temuan
dan laporan yang disampaikan oleh
Panwaslu Provinsi;
p. menonaktifkan sementara dan/atau
mengenakan sanksi administratif kepada
anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris
KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU
Provinsi yang terbukti melakukan tindakan
yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu yang sedang
berlangsung berdasarkan rekomendasi
Panwaslu Provinsi dan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
diminta maupun tidak.
Huruf j
Hasil Pemilu adalah jumlah suara
yang diperoleh setiap pasangan
calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah provinsi.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf I
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Yang dimaksud dengan "menindak-lanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghen-tikan temuan dan laporan yang
tidak terbukti maupun meneruskan
temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf p
Yang dimaksud dengan "menonak-tifkan sementara" adalah membe-bastugaskan sementara yang
bersangkutan dari tugasnya dalam
menyelenggarakan tahapan Pemilu.
1
q. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Provinsi dan/atau yang berkaitan
dengan tugas dan wewenang KPU Provinsi
kepada masyarakat;
r. melaksanakan pedoman yang ditetapkan
oleh KPU;
s. memberikan pedoman terhadap penetapan
organisasi dan tata cara penyelenggaraan
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan
tahapan yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan;
t melakukan evaluasi dan membuat laporan
penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Provinsi;
u. menyampaikan laporan mengenai hasil
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Provinsi kepada Dewan Perwakilan
Rakyat, Presiden, gubernur, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi; dan
v. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
diberikan oleh KPU dan/atau undang-undang.
(4) KPU Provinsi dalam Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden, dan Pemilu Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah berkewajiban:
a. melaksanakan semua tahapan penyeleng-garaan Pemilu dengan tepat waktu;
b. memperlakukan peserta Pemilu dan pa-sangan calon secara adil dan setara;
c. menyampailkan semua informasi penye-lenggaraan Pemilu kepada masyarakat;
d. melaporkan pertanggungjawaban penggu-Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Huruf u
Laporan kepada Presiden disam-paikan melalui Menteri Dalam Negeri.
Huruf v
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Penggunaan anggaran yang diteri-1
naan anggaran sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
e. menyampaikan laporan pertanggung-jawaban semua kegiatan penyelenggaraan
Pemilu kepada KPU;
f. memelihara arsip dan dokumen Pemilu
serta mengelola barang inventaris KPU
Provinsi berdasarkan peraturan perundang-undangan;
g. menyampaikan laporan periodik mengenai
tahapan penyelenggaraan Pemilu kepada
KPU dan menyampaikan tembusannya
kepada Bawaslu;
h. membuat berita acara pada setiap rapat
pleno KPU Provinsi dan ditandatangani
oleh ketua dan anggota KPU Provinsi;
i. melaksanakan kewajiban lain yang diberi-kan oleh KPU; dan
j. melaksanakan kewajiban lain yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
KPU Kabupaten/Kota
Pasal 10
(1) Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota
dalam penyelenggaraan Pemilu Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
meliputi:
a. menjabarkan program dan melaksanakan
anggaran serta menetapkan jadwal di
kabupaten/kota;
ma oleh KPU Provinsi dari APBN
diperiksa secara periodik Badan
Pemeriksa Keuangan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
1
b. melaksanakan semua tahapan penye-lenggaraan di kabupaten/kota berdasarkan
peraturan perundang-undangan;
c. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam
wilayah kerjanya;
d. mengoordinasikan dan mengendalikan
tahapan penyelenggaraan oleh PPK, PPS,
dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
e. memutakhirkan data pemilih berdasarkan
data kependudukan dan menetapkan data
pemilih sebagai daftar pemilih;
f. menyampaikan daftar pemilih kepada KPU
Provinsi;
g. menetapkan dan mengumumkan hasil
rekapitulasi penghitungan suara Pemilu
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota berdasarkan hasil
rekapitulasi penghitungan suara di PPK
dengan membuat berita acara rekapitulasi
suara dan sertifikat rekapitulasi suara;
h. melakukan dan mengumumkan rekapitulasi
hasil penghitungan suara Pemilu Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan
Perwakilan Daerah, dan Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi di
kabupaten/kota yang bersangkutan
berdasarkan berita acara hasil rekapitulasi
penghitungan suara di PPK;
i. membuat berita acara penghitungan suara
serta membuat sertifikat penghitungan
suara dan wajib menyerahkannya kepada
saksi peserta Pemilu, Panwaslu
Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi;
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dalam pemutakhiran data pemilih,
KPU Kabupaten/Kota merupakan
pengguna akhir data kependudukan
yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Rekapitulasi hasil penghitungan
suara disahkan dalam rapat pleno
KPU Kabupaten/Kota dan dituang-kan ke dalam berita acara.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "KPU Kabu-paten/Kota wajib menyerahkannya
kepada saksi" adalah KPU Kabupaten/
Kota wajib memberikan berita acara
serta sertifikat penghitungan suara
baik diminta maupun tidak.
1
j. menerbitkan keputusan KPU Kabupaten/
Kota untuk mengesahkan hasil Pemilu
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota dan mengumumkannya;
k. mengumumkan calon anggota Dewan Per-wakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
terpilih sesuai dengan alokasi jumlah kursi
setiap daerah pemilihan di kabupaten/
kota yang bersangkutan dan membuat
berita acaranya;
l. memeriksa pengaduan dan/atau laporan
adanya pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh PPK, PPS, dan KPPS;
m. menindaklanjuti dengan segera temuan
dan laporan yang disampaikan oleh
Panwaslu Kabupaten/Kota;
n. menonaktifkan sementara dan/atau menge-nakan sanksi administratif kepada anggota
PPK, PPS, sekretaris KPU Kabupaten/Kota,
dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/
Kota yang terbukti melakukan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu yang sedang
berlangsung berdasarkan rekomendasi
Panwaslu Kabupaten/Kota dan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
o. menyelenggarakan sosialisasi penyeleng-garaan Pemilu dan/atau yang berkaitan
dengan tugas dan wewenang KPU
Kabupaten/Kota kepada masyarakat;
p. melakukan evaluasi dan membuat laporan
setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu;
dan
q. melaksanakan tugas dan wewenang lain
yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi,
Huruf j
Hasil Pemilu adalah jumlah suara
yang diperoleh setiap peserta
Pemilu Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf I
Cukup jelas.
Huruf m
Yang dimaksud dengan "menindak-lanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghen-tikan temuan dan laporan yang
tidak terbukti maupun meneruskan
temu-an dan laporan yang terbukti.
Huruf n
Yang dimaksud dengan "menonaktif-kan sementara" adalah membebas-tugaskan sementara yang bersang-kutan dari tugasnya dalam menye-lenggarakan tahapan Pemilu.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
1
dan/ atau undang-undang.
(2) Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota
dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden meliputi:
a. menjabarkan program dan melaksanakan
anggaran serta menetapkan jadwal di
kabupaten/kota;
b. melaksanakan semua tahapan penyeleng-garaan di kabupaten/kota berdasarkan
peraturan perundang-undangan;
c. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam
wilayah kerjanya;
d. mengkoordinasikan dan mengendalikan
tahapan penyelenggaraan oleh PPK, PPS,
dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
e. memutakhirkan data pemilih berdasarkan
data kependudukan dan menetapkan data
pemilih sebagai daftar pemilih;
f. menyampaikan daftar pemilih kepada KPU
Provinsi;
g. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan
suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
di kabupaten/kota yang bersangkutan
berdasarkan hasil rekapitulasi
penghitungan suara di PPK dengan
membuat berita acara panghitungan suara
dan sertifikat hasil penghitungan suara;
h. membuat berita acara penghitungan suara
serta membuat sertifikat penghitungan
suara dan wajib menyerahkannya kepada
saksi peserta Pemilu, Panwaslu
Kabupaten/Kota dan KPU Provinsi;
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dalam pemutakhiran data pemilih,
KPU Kabupaten/Kota merupakan
pengguna akhir data kependudukan
yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Rekapitulasi hasil penghitungan
suara disahkan dalam rapat pleno
KPU Kabupalen/Kota dan di-tuangkan ke dalam berita acara.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "KPU Kabu-paten/Kota wajib menyerahkannya
kepada saksi" adalah KPU Kabu-paten/Kota wajib memberikan
berita acara dan sertifikat
penghitungan suara, baik diminta
maupun tidak.
1
i. memeriksa pengaduan dan/atau laporan
adanya pelanggaran kode etik yang dilaku-kan oleh PPK, PPS, dan KPPS;
j. menindaklanjuti dengan segera temuan
dan laporan yang disampaikan oleh
Panwaslu Kabupaten/Kota;
k. menonaktifkan sementara dan/atau menge-nakan sanksi administratif kepada anggota
PPK, PPS, sekretaris KPU Kabupaten/Kota,
dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/
Kota yang terbukti melakukan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu yang sedang
berlangsung berdasarkan rekomendasi
Panwaslu Kabupaten/Kota dan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
l. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan
tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota
kepada masyarakat;
m. melakukan evaluasi dan membuat laporan
setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; dan
n. melaksanakan tugas dan wewenang lain
yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi,
dan/ atau undang-undang.
(3) Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota
dalam penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah meliputi:
a. merencanakan program, anggaran, dan
jadwal Pemilu Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah Kabupaten/Kota;
b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS
dalam Pemilu Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah Kabupaten/Kota dengan
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Yang dimaksud dengan" menindak-lanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik meng-hentikan temuan dan laporan yang
tidak terbukti maupun meneruskan
temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf k
Yang dimaksud dengan "menonak-tifkan sementara" adalah membe-bastugaskan sementara yang
bersangkutan dari tugasnya dalam
menyelenggarakan tahapan Pemilu.
Huruf I
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
1
memperhatikan pedoman dari KPU dan/
atau KPU Provinsi;
c. menyusun dan menetapkan pedoman yang
bersifat teknis untuk tiap-tiap tahapan
penye-lenggaraan Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota
berdasarkan Peraturan perundang-undangan;
d. membentuk PPK, PPS, dan KPPS dalam
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Provinsi serta Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota
dalam wilayah kerjanya;
e. mengoordinasikan, menyelenggarakan,
dan mengendalikan semua tahapan
penyeleng-garaan Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota
berdasarkan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan
pedoman dari KPU dan/atau KPU Provinsi;
f. memutakhirkan data pemilih berdasarkan
data kependudukan dan menetapkan data
pemilih sebagai daftar pemilih;
g. menerima daftar pemilih dari PPK dalam
penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota;
h. menerima daftar pemilih dari PPK dalam
penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Provinsi dan
menyampaikannya kepada KPU Provinsi;
i. menetapkan pasangan calon kepala daerah
dan wakil kepala daerah kabupaten/kota
yang telah memenuhi persyaratan;
j. menetapkan dan mengumumkan hasil
rekapitulasi penghitungan suara Pemilu
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Dalam pemutakhiran data pemilih,
KPU Kabupaten/Kota merupakan
pengguna akhir data kependudukan
yang disiapkan dan diserahkan oleh
Pemerintah.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Rekapitulasi hasil penghitungan
suara disahkan dalam rapat pleno
1
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kabupaten/Kota berdasarkan rekapitulasi
hasil penghitungan suara dari seluruh PPK
di wilayah kabupaten/kota yang
bersangkutan dengan membuat berita
acara penghitungan suara dan sertifikat
hasil penghitungan suara;
k. membuat berita acara penghitungan suara
serta membuat sertifikat penghitungan
suara dan wajib menyerahkannya kepada
saksi peserta Pemilu, Panwaslu Kabupaten/
Kota, dain KPU Provinsi;
l. menerbitkan keputusan KPU Kabupaten/
Kota untuk mengesahkan hasil Pemilu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kabupaten/Kota dan mengumumkannya;
m. mengumumkan pasangan calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/
kota terpilih dan membuat berita acaranya;
n. melaporkan hasil Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota
kepada KPU melalui KPU Provinsi;
o. memeriksa pengaduan dan/atau laporan
adanya pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh PPK, PPS, dan KPPS;
p. menindaklanjuti dengan segera temuan
dan laporan yang disampaikan oleh
Panwaslu Kabupaten/Kota;
q. menonaktifkan sementara dan/atau
mengenakan sanksi administratif kepada
anggota PPK, PPS, sekretaris KPU
Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat
KPU Kabupaten/Kota yang terbukti
KPU Kabupaten/Kota dan di-tuangkan ke dalam berita acara.
Huruf k
Yang dimaksud dengan "KPU Kabu-paten/Kota wajib menyerahkannya
kepada saksi" adalah KPU Kabu-paten/ Kota wajib memberikan
berita acara dan sertifikat
penghitungan suara, baik diminta
maupun tidak.
Huruf I
Hasil Pemilu adalah jumlah suara
yang diperoleh setiap pasangan
calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah kabupaten/kota.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Yang dimaksud dengan "menindak-lanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghen-tikan temuan dan laporan yang
tidak terbukti maupun meneruskan
temuan dan laporan yang terbukti
Huruf q
Yang dimaksud dengan "menonak-tifkan sementara" adalah membe-bastugaskan sementara yang ber-sangkutan dari tugasnya dalam
menyelenggarakan tahapan Pemilu.
1
melakukan tindakan yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan
Pemilu yang sedang berlangsung
berdasarkan rekomendasi Panwaslu
Kabupaten/Kota dan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
r. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah dan/atau yang berkaitan dengan
tugas KPU Kabupaten/Kota kepada
masyarakat;
s. melaksanakan tugas dan wewenang yang
berkaitan dengan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Provinsi berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan
pedoman KPU dan/atau KPU Provinsi;
t. melakukan evaluasi dan membuat laporan
penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota;
u. menyampaikan hasil Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, Menteri Dalam Negeri, bupati/
walikota, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota; dan
v. melaksanakan tugas dan wewenang lain
yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi dan/
atau undang-undang.
(4) KPU Kabupaten/Kota dalam Pemilu Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden,
dan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah berkewajiban:
a. melaksanakan semua tahapan penyeleng-garaan Pemilu dengan tepat waktu;
b. Memperlakukan peserta Pemilu dan pa-sangan calon secara adil dan setara;
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Huruf t
Cukup jelas.
Huruf u
Cukup jelas.
Huruf v
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
1
c. menyampaikan semua informasi penye-lenggaraan Pemilu kepada masyarakat;
d. melaporkan pertanggungjawaban peng-gunaan anggaran sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
e. menyampaikan laporan pertanggung-jawaban semua kegiatan penyelenggaraan
Pemilu kepada KPU melalui KPU Provinsi;
f. memelihara arsip dan dokumen Pemilu
serta mengelola barang inventaris KPU
Kabupaten/Kota berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
g. menyampaikan laporan periodik mengenai
tahapan penyelenggaraan Pemilu kepada
KPU dan KPU Provinsi serta menyampaikan
tembusannya kepada Bawaslu;
h. membuat berita acara pada setiap rapat
pleno KPU Kabupaten/Kota dan ditanda-tangani oleh Ketua dan anggota KPU
Kabupaten/Kota;
i. melaksanakan kewajiban lain yang
diberikan oleh KPU dan KPU Provinsi; dan
j. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Persyaratan
Pasal 11
Syarat untuk menjadi calon anggota KPU, KPU
Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota adalah:
a. warga negara Indonesia;
b. pada saat pendaftaran berusia paling rendah
35 (tiga puluh lima) tahun untuk calon anggota
KPU atau pernah menjadi anggota KPU dan
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Penggunaan anggaran yang dite-rima oleh KPU Kabupaten/Kota dari
APBN diperiksa secara periodik oleh
Badan Pemeriksa Keuangan.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Pasal 11
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
1
berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun
untuk calon anggota KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota atau pernah menjadi anggota
KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota;
c. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara,
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi
17 Agustus 1945;
d. mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur,
dan adil;
e. memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang
tertentu yang berkaitan dengan penyeleng-garaan Pemilu atau memiliki pengalaman
sebagai penyelenggara Pemilu;
f berpendidikan paling rendah S-1 untuk calon
anggota KPU dan KPU Provinsi dan paling
rendah SLTA atau sederajat untuk calon
anggota KPU Kabupaten/Kota;
g. berdomisili di wilayah Republik Indonesia
untuk anggota KPU, di wilayah provinsi yang
bersangkutan untuk anggota KPU Provinsi,
atau di wilayah kabupaten/kota yang
bersangkutan untuk anggota KPU Kabupaten/
Kota yang dibuktikan dengan kartu tanda
penduduk;
h. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil
pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari
rumah sakit;
i. tidak pernah menjadi anggota partai politik
yang dinyatakan dalam surat pernyataan yang
sah atau sekurang-kurangnya dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun tidak lagi menjadi
anggota partai politik yang dibuktikan
dengan surat keterangan dari pengurus partai
politik yang bersangkutan;
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "memiliki
pengetahuan dan keahlian atau
memiliki pengalaman" dalam
ketentuan ini dibuktikan dengan
karya tulis atau pernah menjadi
anggota KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, pengawas, dan
panitia pemilihan.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cacat tubuh tidak termasuk
kategori gangguan kesehatan.
Huruf i
Calon yang belum pernah menjadi
anggota partai politik melampirkan
pernyataan tertulis di atas kertas
ber-meterai cukup. Calon yang
pernah menjadi anggota partai
politik melampirkan keterangan
tertulis dari partai politik yang
1
j. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
k. tidak sedang menduduki jabatan politik,
jabatan struktural, dan jabatan fungsional
dalam jabatan negeri;
l. bersedia bekerja penuh waktu; dan
m. bersedia tidak menduduki jabatan di peme-rintahan dan badan usaha milik negara
(BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD)
selama masa keanggotaan.
Bagian Kelima
Pengangkatan dan Pemberhentian
Paragraf 1
KPU
Pasal 12
(1) Presiden membentuk Tim Seleksi calon
anggota KPU.
(2) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) membantu Presiden untuk menetapkan
calon anggota KPU yang akan diajukan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berjumlah 5 (lima) orang anggota yang
berasal dari unsur akademisi, profesional, dan
masyarakat yang memiliki integritas dan tidak
bersangkutan yang me-nerangkan
bahwa calon sudah tidak lagi menjadi
anggota partai politik da-lam kurun
waktu yang telah ditentukan.
Huruf j
Orang yang dipidana penjara
karena alasan politik dikecualikan
dari ketentuan ini.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf I
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "membantu"
dalam ketentuan ini adalah
melakukan seleksi calon anggota
KPU dan menyampaikan hasilnya
kepada Presiden.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "unsur pro-fesional" adalah unsur organisasi
profesi.
1
menjadi anggota partai politik dalam kurun
waktu 5 (lima) tahun terakhir.
(4) Anggota Tim Seleksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) berpendidikan paling rendah S-1 dan berusia paling rendah 35 (tiga puluh
lima) tahun.
(5) Anggota Tim Seleksi dilarang mencalonkan
diri sebagai calon anggota KPU.
(6) Komposisi Tim Seleksi terdiri atas seorang
ketua merangkap anggota, seorang sekretaris
merangkap anggota, dan anggota.
(7) Pembentukan Tim Seleksi sebagaimana dimak-sud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
Presiden dalam waktu paling lama 15 (lima
belas) hari kerja terhitung sejak 5 (lima) bulan
sebelum berakhirnya keanggotaan KPU.
Pasal 13
(1) Tim Seleksi melaksanakan tugasnya secara
terbuka dengan melibatkan partisipasi
masyarakat.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Seleksi
dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan
lembaga yang memiliki kompetensi pada
bidang yang diperlukan.
(3) Untuk memilih calon anggota KPU, Tim
Seleksi melakukan tahapan kegiatan:
a. mengumumkan pendaftaran calon anggota
KPU sekurang-kurangnya pada 5 (lima)
media massa cetak harian nasional selama
1 (satu) hari dan 5 (lima) media massa
elektronik nasional selama 3 (tiga) hari
berturut-turut;
b. menerima pendaftaran dalam waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "melibatkan
partisipasi masyarakat" adalah
memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk menyampaikan
tanggapan dan masukan secara ter-tulis terhadap calon anggota KPU.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Pengumuman dalam media massa
elektronik mengutamakan Televisi
Republik Indonesia, Radio Republik
Indonesia, dan Lembaga Kantor
Berita Nasional Antara.
Huruf b
"Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh)
1
sejak pengumuman terakhir;
c. melakukan penelitian administrasi bakal
calon anggota KPU dalam waktu paling
lambat 5 (lima) hari kerja;
d. mengumumkan hasil penelitian administrasi
bakal calon anggota KPU dalam waktu paling
lambat 3 (tiga) hari kerja;
e. melakukan seleksi tertulis dalam waktu
paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung
sejak pengumuman hasil penelitian
sebagaimana dimaksud pada huruf d;
f. mengumumkan nama daftar bakal calon
anggota KPU yang lulus seleksi tertulis
sekurang-kurangnya pada 5 (lima) media
massa cetak harian nasional selama 1 (satu)
hari dan 5 (lima) media massa elektronik
nasional selama 3 (tiga) hari berturut-turut
untuk mendapatkan masukan dan
tanggapan masyarakat dalam waktu paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja;
g. melakukan wawancara dengan bakal calon
anggota KPU, termasuk mengklarifikasi
tanggapan dan masukan masyarakat dalam
waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari
kerja; dan
h. menyampaikan 21 (dua puluh satu) nama
bakal calon anggota KPU kepada Presiden
paling lambat 2 (dua) hari kerja terhitung
sejak Tim Seleksi memutuskan nama
bakal calon.
hari kerja" dalam ketentuan ini sudah
termasuk waktu untuk melengkapi
persyaratan administrasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Pengumuman dalam media massa
elektronik mengutamakan Televisi
Republik Indonesia, Radio Republik
Indonesia, dan Lembaga Kantor
Berita Nasional Antara.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Dalam pengumuman di media massa
cetak harian nasional dan media
mas-sa elektronik nasional harus
dican-tumkan alamat Sekretariat
Tim Seleksi serta permintaan Tim
Seleksi kepada masyarakat untuk
memberikan tanggapan terhadap
bakal calon anggota KPU, dan
tanggapan harus disertai identitas
diri pemberi tanggapan.
Huruf g
Wawancara dalam ketentuan ini
berkaitan dengan materi penye-lenggaraan Pemilu dan mana-jemennya, sistem polilik, peraturan
perundang-undangan yang berkai-tan dengan bidang politik, integritas
diri termasuk klarifikasi atas tang-gapan masyarakat yang disam-paikan dengan identitas yang jelas.
Huruf h
Penyampaian nama bakal calon
anggota KPU dari Tim Seleksi kepada
Presiden disusun berdasarkan abjad
disertai salinan berkas administrasi
tiap-tiap bakal calon anggota KPU.
1
Pasal 14
(1) Presiden menetapkan 21 (dua puluh satu)
nama calon atau 3 (tiga) kali jumlah anggota
KPU untuk selanjutnya diajukan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Penyampaian nama calon yang sudah ditetap-kan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun berdasarkan abjad disertai salinan
berkas administrasi tiap-tiap bakal calon
anggota KPU paling lambat 5 (lima) hari kerja
terhitung sejak Presiden menerima nama bakal
calon anggota KPU dari Tim Seleksi.
Pasal 15
(1) Proses pemilihan anggota KPU di Dewan Perwa-kilan Rakyat dilakukan dalam waktu paling
lambat 20 (dua puluh) hari kerja terhitung
sejak diterimanya berkas calon anggota KPU
dari Presiden.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat memilih dan menyu-sun urutan peringkat dari 21 (dua puluh satu)
nama calon anggota KPU berdasarkan hasil
uji kelayakan dan kepatutan sesuai dengan
mekanisme yang berlaku.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan 7 (tujuh)
peringkat teratas dari 21 (dua puluh satu) nama
calon anggota KPU sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sebagai anggota KPU terpilih.
(4) Dewan Perwakilan Rakyat menyampaikan
nama anggota KPU terpilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) kepada Presiden dalam
waktu paling lambat 2 (dua) hari kerja
terhitung sejak calon anggota KPU ditetapkan.
Pasal 16
(1) Anggota KPU terpilih sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (3) disampaikan kepada
Presiden untuk disahkan.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penilaian akhir proses seleksi oleh
Dewan Perwakilan Rakyat disusun
dalam urutan peringkat 1 (satu)
sampai dengan 21 (dua puluh satu).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
1
(2) Pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden
paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung
sejak diterimanya 7 (tujuh) nama yang
ditetapkan Dewan Perwakilan Rakyat.
Paragraf 2
KPU Provinsi
Pasal 17
(1) KPU membentuk Tim Seleksi calon anggota
KPU Provinsi pada setiap provinsi.
(2) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berjumlah 5 (lima) orang anggota yang
berasal dari unsur akademisi, profesional,
dan masyarakat yang memiliki integritas dan
tidak menjadi anggota partai politik dalam
kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.
(3) Keanggotaan Tim Seleksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) terdiri atas 1 (satu)
orang anggota yang diajukan oleh gubernur, 2
(dua) orang anggota yang diajukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan 2 (dua)
orang anggota yang diajukan oleh KPU.
(4) Anggota Tim Seleksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berpendidikan paling rendah S-1
dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun.
(5) Anggota Tim Seleksi dilarang mencalonkan
diri sebagai calon anggota KPU Provinsi.
(6) Tim Seleksi terdiri atas seorang ketua
merangkap anggota, seorang sekretaris
merangkap anggota, dan anggota.
(7) Pembentukan Tim Seleksi sebagaimana
dimak-sud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan KPU dalam waktu paling lama 15
(lima belas) hari kerja terhitung sejak 5
(lima) bulan sebelum berakhirnya keang-gotaan KPU Provinsi.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "unsur
profesional" adalah unsur
organisasi profesi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
1
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "gubernur"
termasuk penjabat gubernur.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 18
(1) KPU memberitahukan secara tertulis kepada
gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi mengenai pembentukan Tim Seleksi
calon anggota KPU Provinsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).
(2) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh gu-bernur dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan dalam Pasal 17 ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) paling lambat 15 (lima belas) hari
kerja terhitung sejak diterimanya surat
pemberitahuan dari KPU.
(3) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
dilakukan melalui rapat paripurna Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 17 ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) paling lambat 15 (lima
belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya
surat pemberitahuan dari KPU.
(4) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh KPU
dilakukan melalui rapat pleno KPU dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 17 ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4).
(5) Apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas)
hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) gubernur dan/atau Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi belum
mengajukan nama anggota Tim Seleksi, KPU
berwenang menetapkan nama untuk mengisi
dan melengkapi keanggotaan Tim Seleksi.
(6) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh KPU
sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dilakukan melalui rapat pleno KPU.
(7) Proses pemilihan dan penetapan anggota Tim
Seleksi oleh KPU, gubernur, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi sebagai-mana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5) dilakukan secara terbuka.
1
Pasal 19
(1) Tim Seleksi melaksanakan tugasnya secara
terbuka dengan melibatkan partisipasi
masyarakat.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Seleksi
dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan
lembaga yang memiliki kompetensi pada
bidang yang diperlukan.
(3) Untuk memilih calon anggota KPU Provinsi,
Tim Seleksi melakukan tahapan kegiatan:
a. mengumumkan pendaftaran calon anggota
KPU Provinsi sekurang-kurangnya pada 2
(dua) media massa cetak harian lokal untuk
1 (satu) kali terbit dan 1 (satu) media massa
elektronik lokal selama 3 (tiga) hari
berturut-turut;
b. menerima pendaftaran dalam waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung
sejak pengumuman terakhir;
c. melakukan penelitian administrasi bakal
calon anggota KPU Provinsi dalam waktu
paling lambat 5 (lima) hari kerja;
d. mengumumkan hasil penelitian adminis-trasi bakal calon anggota KPU Provinsi da-lam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja;
e. melakukan seleksi tertulis dalam waktu
paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung
sejak pengumuman hasil penelitian
sebagaimana dimaksud pada huruf d;
f. mengumumkan nama daftar bakal calon
ang-gota KPU Provinsi yang lulus seleksi
tertulis sekurang-kurangnya pada 2 (dua)
media massa cetak harian lokal selama 1
(satu) hari dan 1 (satu) media massa
elektronik lokal selama 3 (tiga) hari
berturut-turut untuk mendapatkan masukan
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
"Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh)
hari kerja" dalam ketentuan ini sudah
termasuk waktu untuk melengkapi
persyaratan administrasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Dalam pengumuman di media massa
cetak harian lokal dan media massa
elektronik harus dicantumkan
alamat Sekretariat Tim Seleksi serta
permintaan Tim Seleksi kepada mas-yarakat untuk memberikan tang-gapan terhadap bakal calon anggota
KPU Provinsi dan tanggapan harus
1
dan tanggapan dari masyarakat dalam waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja; dan
g. melakukan wawancara dengan bakal calon
anggota KPU Provinsi, termasuk mengkla-rifikasi tanggapan dan masukan dari
masyarakat dalam waktu paling lambat 6
(lima) hari kerja.
Pasal 20
(1) Tim Seleksi mengajukan 10 (sepuluh) nama
calon anggota KPU Provinsi hasil seleksi
kepada KPU.
(2) Pengajuan nama calon sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad
disertai salinan berkas administrasi tiap-tiap
bakal calon anggota KPU Provinsi dalam waktu
paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung
sejak Tim Seleksi memutuskan 10 (sepuluh)
nama calon anggota KPU Provinsi.
Pasal 21
(1) KPU melakukan uji kelayakan dan kepatutan
terhadap calon anggota KPU Provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
(2) KPU menyusun peringkat nama calon anggota
KPU Provinsi berdasarkan hasil uji kelayakan dan
kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) KPU menetapkan 5 (lima) peringkat teratas
dari 10 (sepuluh) nama calon anggota KPU
Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sebagai anggota KPU Provinsi terpilih.
(4) Anggota KPU Provinsi terpilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan
Keputusan KPU.
(5) Proses pemilihan dan penetapan anggota KPU
disertai identitas diri pemberi
tanggapan.
Huruf g
Wawancara dalam ketentuan ini
berkaitan dengan materi penyele-nggaraan Pemilu dan manajemen-nya, sistem politik, peraturan
perundang-undangan yang berkai-tan dengan bidang politik, integritas
diri termasuk klarifikasi atas tang-gapan masyarakat yang disampai-kan dengan identitas yang jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penilaian akhir proses seleksi oleh
KPU disusun dalam urutan
peringkat 1 (satu) sampai dengan
peringkat 10 (sepuluh).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
1
Provinsi dilakukan oleh KPU dalam waktu
paling lama 60 (enam puluh) hari kerja.
Paragraf 3
KPU Kabupaten/Kota
Pasal 22
(1) KPU Provinsi membentuk Tim Seleksi calon
anggota KPU Kabupaten/Kota pada setiap
kabupaten/kota.
(2) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berjumlah 5 (lima) orang anggota yang
berasal dari unsur akademisi, profesional,
dan masyarakat yang memiliki integritas dan
tidak menjadi anggota partai politik dalam
kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.
(3) Keanggotaan Tim Seleksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) terdiri atas 1 (satu)
orang anggota yang diajukan oleh bupati/
walikota, 2 (dua) orang anggota yang
diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota, dan 2 (dua) orang
anggota yang diajukan oleh KPU Provinsi.
(4) Anggota Tim Seleksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berpendidikan paling rendah S-1
dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun.
(5) Anggota Tim Seleksi dilarang mencalonkan diri
sebagai calon anggota KPU Kabupaten/Kota.
(6) Tim Seleksi terdiri atas seorang ketua
merangkap anggota, seorang sekretaris
merangkap anggota, dan anggota.
(7) Pembentukan Tim Seleksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan KPU Provinsi dalam waktu paling
lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung
sejak 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya
keanggotaan KPU Kabupaten/Kota.
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "unsur
profesional" adalah unsur orga-nisasi profesi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
1
Pasal 23
(1) KPU Provinsi memberitahukan secara tertulis
kepada bupati/walikota dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
mengenai pembentukan Tim Seleksi calon
anggota KPU Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1).
(2) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh
bupati/walikota dilakukan dengan
memperhatikan ketentuan dalam Pasal 22 ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) dalam waktu paling
lambat 15 (lima belas) hari kerja terhitung
sejak diterimanya Surat pemberitahuan dari
KPU Provinsi.
(3) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/
Kota dilakukan melalui rapat paripurna Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
dengan memperhatikan ketentuan Pasal 22
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dalam waktu
paling lambat 15 (lima belas) hari kerja
terhitung sejak diterimanya Surat
pemberitahuan dari KPU Provinsi.
(4) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh KPU
Provinsi dilakukan melalui rapat pleno KPU
Provinsi dengan memperhatikan ketentuan
Pasal 22 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).
(5) Apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas)
hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) bupati/walikota dan/atau
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/
Kota belum mengajukan nama anggota Tim
Seleksi, KPU Provinsi berwenang menetapkan
nama untuk mengisi dan melengkapi
keanggotaan Tim Seleksi.
(6) Penetapan calon anggota Tim Seleksi oleh KPU
Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dilakukan melalui rapat pleno KPU Provinsi.
Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "bupati/
walikota” termasuk penjabat
bupati/walikota.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3).
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas,
Ayat (6)
Cukup jelas.
1
(7) Proses pemilihan dan penetapan anggota Tim
Seleksi oleh KPU Provinsi, bupati/walikota,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/ Kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat
(5) dilakukan secara terbuka.
Pasal 24
(1) Tim Seleksi melaksanakan tugasnya secara
terbuka dengan melibatkan partisipasi
masyarakat.
(2) Dalam melaksanalkan tugasnya, Tim Seleksi
dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan
lembaga yang memiliki kompetensi pada
bidang yang diperlukan.
(3) Untuk memilih calon anggota KPU Kabupaten/
Kota, Tim Seleksi melakukan tahapan kegiatan:
a. mengumumkan pendaftaran calon anggota
KPU Kabupaten/Kota dalam kurun waktu
3 (tiga) hari melalui 2 (dua) media massa
cetak harian lokal untuk 1 (satu) kali terbit
dan 1 (satu) media massa elektronik lokal
selama 3 (tiga) hari berturut-turut;
b. menerima pendaftaran dalam waktu paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
pengumuman terakhir;
c. melakukan penelitian administrasi bakal
calon anggota KPU Kabupaten/Kota dalam
waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja;
d. mengumumkan hasil penelitian administrasi
bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota
dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja;
e. melakukan seleksi tertulis dalam waktu
paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung
sejak pengumuman hasil penelitian
sebagaimana dimaksud pada huruf d;
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud "media massa cetak
harian lokal" adalah media massa
yang terbit di wilayah provinsi dan/
atau media massa cetak harian lokal
yang menjangkau kabupaten/kota
yang bersangkutan.
Huruf b
"Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh)
hari kerja" dalam ketentuan ini sudah
termasuk waktu untuk melengkapi
persyaratan administrasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
1
f. mengumumkan nama daftar bakal calon
anggota KPU Kabupaten/Kota yang lulus
seleksi tertulis pada 2 (dua) media massa
cetak harian lokal selama 1 (satu) hari dan
media massa elektronik lokal selama 3
(tiga) hari berturut-turut untuk
mendapatkan masukan dan tanggapan dari
masyarakat dalam waktu paling lambat 7
(tujuh) hari kerja; dan
g. melakukan wawancara dengan bakal calon
anggota KPU Kabupaten/Kota, termasuk
mengklarifikasi tanggapan dan masukan
dari masyarakat dalam waktu paling
lambat 5 (lima) hari kerja.
Pasal 25
(1) Seleksi mengajukan 10 (sepuluh) nama caIon
anggota KPU Kabupaten/Kota hasil seleksi
kepada KPU Provinsi.
(2) Pengajuan nama calon sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad
disertai salinan berkas administrasi tiap-tiap
bakal calon anggota KPU Kabupaten/Kota dalam
waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung
sejak Tim Seleksi memutuskan 10 (sepuluh)
nama calon anggota KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 26
(1) KPU Provinsi melakukan uji kelayakan dan
kepa-tutan terhadap calon anggota KPU
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25.
(2) KPU Provinsi menyusun peringkat calon
anggota KPU Kabupaten/Kota berdasarkan
hasil uji kelayakan dan kepatutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Huruf f
Dalam pengumuman di media massa
cetak harian dan media massa elek-tronik harus dicantumkan alamat
sekretariat Tim Seleksi serta per-mintaan Tim Seleksi kepada masya-rakat untuk memberikan tangga-pan terhadap bakal calon anggota
KPU Kabupaten/Kota dan tangga-pan harus disertai identitas diri
pemberi tanggapan.
Huruf g
Wawancara dalam ketentuan ini
berkaitan dengan materi penyeleng-garaan Pemilu dan manajemennya,
sistem politik, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
bidang politik, integritas diri
termasuk klarifikasi atas tanggapan
masyarakat yang disampaikan
dengan identitas yang jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
1
(3) KPU Provinsi menetapkan 5 (lima) peringkat
teratas dari 10 (sepuluh) nama calon sebagai
anggota KPU Kabupaten/Kota.
(4) Anggota KPU Kabupaten/Kota terpilih
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan dengan keputusan KPU Provinsi.
(5) Proses pemilihan dan penetapan anggota KPU
Kabupaten/Kota di KPU Provinsi dilakukan dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
Pasal 27
(1) Pelantikan anggota KPU dilakukan oleh Presiden.
(2) Pelantikan anggota KPU Provinsi dilakukan
oleh KPU dan pelantikan anggota KPU
Kabupaten/ Kota dilakukan oleh KPU Provinsi.
Paragraf 4
Sumpah/Janji
Pasal 28
(1) Sebelum menjalankan tugas, anggota KPU,
KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota meng-ucapkan sumpah/janji.
(2) Sumpah/janji anggota KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji:
Bahwa saya akan memenuhi tugas dan
kewajiban saya sebagai anggota KPU/KPU
Provinsi/ KPU Kabupaten/Kota dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan
wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil dan cermat demi suksesnya
Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Ayat (3)
Penilaian akhir proses seleksi oleh
KPU Provinsi disusun dalam bentuk
urutan peringkat 1 (satu) sampai
dengan peringkat 10 (sepuluh).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
1
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah/ Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden/Pemilu Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah, tegaknya demokrasi dan
keadilan, serta mengutamakan kepentingan
Negara Kesatuan Republik Indonesia daripada
kepentingan pribadi atau golongan."
Paragraf 5
Pemberhentian
Pasal 29
(1) Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabu-paten/Kota berhenti antar waktu karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan.
(2) Diberhentikan sebagaimana dimaksud pada
(1) huruf c. apabila:
a. tidak lagi memenuhi syarat sebagai
anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota;
b. melanggar sumpah/janji jabatan dan/
atau kode etik;
c. tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan secara berturut-turut selama
3 (tiga) bulan atau berhalangan tetap.
Pasal 29
Ayat (1)
Huruf a
Keterangan "meninggal dunia"
dibuktikan dengan surat
keterangan dokter.
Huruf b
Yang dimaksud "mengundurkan diri"
adalah mengundurkan diri karena
alasan kesehatan dan/atau karena
terganggu fisik dan/atau jiwanya
untuk menjalankan kewajibannya
sebagai anggota KPU, KPU Provinsi,
atau KPU Kabupaten/Kota.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "tidak
dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan atau berhalangan
tetap" adalah menderita sakit fisik
dan/atau jiwanya yang dibuktikan
dengan surat keterangan dokter,
1
d. dijatuhi pidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
e. dijatuhi pidana berdasarkan putusan peng-adilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak
pidana Pemilu.
f. tidak menghadiri rapat pleno yang menjadi
tugas dan kewajibannya selama 3 (tiga) kali
berturut-turut tanpa alasan yang jelas; atau
g. melakukan perbuatan yang terbukti meng-hambat KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota dalam mengambil kepu-tusan dan penetapan sebagaimana
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemberhentian anggota yang telah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a. anggota KPU oleh Presiden;
b. anggota KPU Provinsi oleh KPU; dan
c. anggota KPU Kabupaten/Kota oleh KPU
Provinsi.
(4) Penggantian anggota KPU, KPU Provinsi, atau
KPU Kabupaten/Kota yang berhenti sebagai-mana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan ketentuan:
a. anggota KPU digantikan oleh calon
anggota KPU urutan peringkat berikutnya
dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat;
b. anggota KPU Provinsi digantikan oleh
calon anggota KPU Provinsi urutan
peringkat berikutnya dari hasil pemilihan
yang dilakukan oleh KPU; dan
dan/atau tidak diketahui kebera-daannya.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Untuk menggantikan anggota KPU,
KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/
Kota yang berhenti atau diber-hentikan, tidak diperlukan lagi
pembentukan Tim Seleksi.
1
c. anggota KPU Kabupaten/Kota digantikan
oleh calon anggota KPU Kabupaten/Kota
urutan peringkat berikutnya dari hasil
pemilihan yang dilakukan oleh KPU
Provinsi.
Pasal 30
(1) Pemberhentian anggota KPU, KPU Provinsi,
dan KPU Kabupaten/Kota yang telah
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf
c, huruf f, dan huruf g didahului dengan
verifikasi oleh Dewan Kehor-matan atas
rekomendasi Bawaslu atau pengaduan
masyarakat dengan identitas yang jelas.
(2) Dalam proses pemberhentian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), anggota KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota harus
diberi kesempatan untuk membela diri di
hadapan Dewan Kehormatan.
(3) Dalam hal rapat pleno KPU memutuskan pem-berhentian anggota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan rekomendasi
Dewan Kehormatan, anggota yang
bersangkutan diberhentikan sementara
sebagai anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU
Kabupaten/Kota sampai dengan diter-bitkannya keputusan pemberhentian.
(4) Tata cara pengaduan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pembelaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dan pengambilan
keputusan dalam pembuatan rekomendasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) oleh
Dewan Kehormatan diatur Iebih lanjut dengan
Peraturan KPU.
(5) Peraturan KPU sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) harus dibentuk paling lambat 6
(enam) bulan terhitung sejak anggota KPU
dilantik.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "keputusan
pemberhentian" adalah keputusan
Presiden untuk memberhentikan
anggota KPU, keputusan KPU untuk
memberhentikan anggota KPU Pro-vinsi, dan keputusan KPU Provinsi
untuk memberhentikan anggota
KPU Kabupaten/Kota.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
1
Pasal 31
(1) Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabu-paten/Kota diberhentikan sementara karena:
a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak
pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak
pidana Pemilu; atau
c. memenuhi ketentuan sebagaimana dimak-sud dalam Pasal 30 ayat (3).
(2) Dalam hal anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU
Kabupaten/Kota dinyatakan terbukti bersalah
karena melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota
yang bersangkutan diberhentikan sebagai
anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU
Kabupaten/Kota.
(3) Dalarn hal anggota KPU, KPU Provinsi, atau
KPU Kabupaten/Kota dinyatakan tidak terbukti
melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota
yang bersangkutan harus diaktifkan kembali.
(4) Dalam hal surat keputusan pengaktifan
kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak diterbitkan dalam waktu paling lama 30
(tiga puluh) hari, dengan sendirinya anggota
KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota
dinyatakan aktif kembali.
(5) Dalam hal anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU
Kabupaten/Kota yang dinyatakan tidak
terbukti bersalah sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dan ayat (4), dilakukan rehabilitasi
nama anggota KPU, KPU Provinsi, atau KPU
Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Pasal 31
Ayat (1)
Selama anggota KPU, KPU Provinsi,
atau KPU Kabupaten/Kota diber-hentikan sementara segala hak ke-uangannya tetap diberikan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
1
(6) Pemberhentian sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c paling lama 60
(enam puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
(7) Dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) telah berakhir dan tanpa
pemberhentian tetap, yang bersangkutan dinya-takan dengan Undang-Undang ini aktif kembali.
Bagian Keenam
Mekanisme Pengambilan Keputusan
Pasal 32
Pengambilan keputusan KPU, KPU Provinsi, dan
KPU Kabupaten/Kota dilakukan dalam rapat pleno.
Pasal 33
(1) Jenis rapat pleno sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 adalah:
a. rapat pleno tertutup; dan
b. rapat pleno terbuka.
(2) Penetapan hasil Pemilu dan rekapitulasi
penghitungan suara dilakukan oleh KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam
rapat pleno terbuka.
Pasal 34
(1) Rapat pleno KPU sah apabila dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 5 (lima) orang anggota
KPU yang dibuktikan dengan daftar hadir.
(2) Keputusan rapat pleno KPU sah apabila
disetujui oleh sekurang-kurangnya 4 (empat)
orang anggota KPU yang hadir.
(3) Dalam hal tidak tercapai persetujuan sebagai-mana dimaksud pada ayat (2), keputusan rapat
pleno KPU diambil berdasarkan suara terbanyak.
Pasal 35
(1) Rapat pleno KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/
Kota sah apabila dihadiri oleh sekurang-Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
1
kurangnya 4 (empat) orang anggota KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang
dibuktikan dengan daftar hadir.
(2) Keputusan rapat pleno KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota sah apabila disetujui oleh
sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota KPU
Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang hadir.
(3) Dalam hal tidak tercapai persetujuan sebagai-mana dimaksud pada ayat (2), keputusan
rapat pleno KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/
Kota diambil berdasarkan suara terbanyak.
Pasal 36
(1) Dalam hal tidak tercapai kuorum, khusus
rapat pleno KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/ Kota untuk menetapkan hasil
Pemilu ditunda selama 3 (tiga) jam.
(2) Dalam hal rapat pleno telah ditunda sebagai-mana dimaksud pada ayat (1) dan tetap tidak
tercapai kuorum, rapat pleno dilanjutkan
tanpa memperhatikan kuorum.
(3) Khusus rapat pleno KPU, KPU Provinsi, dan
KPU Kabupaten/Kota untuk menetapkan hasil
Pemilu tidak dilakukan pemungutan suara.
Pasal 37
(1) Undangan dan agenda rapat pleno KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota disampaikan
paling lambat 3 (tiga) hari sebelumnya.
(2) Rapat pleno dipimpin oleh Ketua KPU, Ketua
KPU Provinsi, dan Ketua KPU Kabupaten/Kota.
(3) Apabila ketua berhalangan, rapat pleno KPU,
KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
dipimpin oleh salah satu anggota yang dipilih
secara aklamasi.
(4) Sekretaris Jenderal KPU, sekretaris KPU
Provinsi, dan sekretaris KPU Kabupaten/Kota
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
1
wajib memberikan dukungan teknis dan
administratif dalam rapat pleno.
Pasal 38
(1) Ketua wajib menandatangani penetapan hasil
Pemilu yang diputuskan dalarn rapat pleno
dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.
(2) Dalam hal penetapan hasil Pemilu tidak
ditandatangani ketua dalam waktu 3 (tiga) hari
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) salah satu
anggota menandatangani penetapan hasil
Pemilu.
(3) Dalam hal tidak ada anggota KPU, KPU Provinsi,
dan KPU Kabupaten/Kota menandatangani
penetapan hasil Pemilu, dengan sendirinya hasil
Pemilu dinyatakan sah dan berlaku.
Bagian Ketujuh
Pertanggungjawaban
Pasal 39
(1) Dalam menjalankan tugasnya, KPU:
a. dalam hal keuangan bertanggung jawab
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. dalam hal penyelenggaraan seluruh
tahapan Pemilu dan tugas lainnya
memberikan laporan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat dan Presiden.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disampaikan secara periodik dalam setiap
tahapan penyelenggaraan Pemilu sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b ditembuskan kepada Bawaslu.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penyelesaian administrasi hasil
Pemilu dilakukan lebih lanjut oleh
Sekretaris Jenderal KPU untuk
tingkat pusat, KPU untuk tingkat
provinsi, KPU Provinsi untuk tingkat
kabupaten/kota sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 39
Cukup jelas.
1
Pasal 40
(1) Dalam menjalankan tugasnya, KPU Provinsi
bertanggung jawab kepada KPU.
(2) KPU Provinsi menyampaikan laporan kinerja
dan penyelenggaraan Pernilu secara periodik
pada KPU.
(3) KPU Provinsi menyampaikan laporan kegiatan
setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Provinsi kepada gubernur dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.
Pasal 41
(1) Dalam menjalankan tugasnya, KPU Kabu-paten/Kota bertanggung jawab kepada KPU
Provinsi.
(2) KPU Kabupaten/Kota menyampaikan laporan
kinerja dan penyelenggaraan Pemilu secara
periodik kepada KPU Provinsi.
(3) KPU Kabupaten/Kota menyampaikan laporan
kegiatan setiap tahapan penyelenggaraan
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Kabupaten/Kota kepada bupati/
walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota.
Bagian Kedelapan
Panitia Pemillhan
Paragraf 1
PPK
Pasal 42
(1) Untuk menyelenggarakan Pemilu di tingkat
kecamatan, dibentuk PPK.
(2) PPK berkedudukan di ibu kota kecamatan.
(3) PPK dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
1
lambat 6 (enam) bulan sebelum penyeleng-garaan Pemilu dan dibubarkan paling lambat
2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.
(4) Dalam hal terjadi penghitungan dan
pemungutan suara ulang, Pemilu susulan, dan
Pemilu lanjutan, masa kerja PPK diperpanjang
dan PPK dibubarkan paling lambat 2 (dua)
bulan setelah pemungutan suara.
Pasal 43
(1) Anggota PPK sebanyak 5 (lima) orang berasal
dari tokoh masyarakat yang memenuhi syarat
berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota PPK diangkat dan diberhentikan oleh
KPU Kabupaten/Kota.
(3) Komposisi keanggotaan PPK memperhatikan
keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya
30% (tiga puluh perseratus).
(4) Dalam menjalankan tugasnya, PPK dibantu oleh
sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris dari
pegawai negeri sipil yang memenuhi peryaratan.
(5) PPK melalui KPU Kabupaten/Kota mengusulkan
3 (tiga) nama calon sekretaris PPK kepada
bupati/walikota untuk selanjutnya dipilih dan
ditetapkan 1 (satu) nama sebagai sekretaris
PPK dengan keputusan bupati/walikota.
Pasal 44
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPK meliputi:
a. membantu KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota dalam melakukan
pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih
sementara, dan daftar pemilih tetap;
b. membantu KPU Kabupaten/Kota dalam
menyelenggarakan Pemilu;
c. melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan
Pemilu di tingkat kecamatan yang telah
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Sebelum mengusulkan 3 (tiga) nama
calon sekretaris, secara kolektif PPK
dapat berkonsultasi dengan
sekretaris daerah.
Pasal 44
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
1
ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota;
d. menerima dan menyampaikan daftar pemilih
kepada KPU Kabupaten/Kota;
e. mengumpulkan hasil penghitungan suara dari
seluruh TPS di wilayah kerjanya;
f. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan
suara sebagaimana dimaksud pada huruf e
dalam rapat yang harus dihadiri oleh saksi
peserta Pemilu;
g. mengumumkan hasil rekapitulasi seba-gaimana dimaksud pada huruf f;
h. menyerahkan hasil rekapitulasi suara seba-gaimana dimaksud pada huruf f kepada
seluruh peserta Pemilu;
i. membuat berita acara penghitungan suara
serta membuat sertifikat penghitungan suara
dan wajib menyerahkannya kepada saksi
peserta Pemilu, Panwaslu Kecamatan, dan
KPU Kabupaten/Kota;
j. menindaklanjuti dengan segera temuan dan
laporan yang disampaikan oleh Panwaslu
Kecamatan;
k. melakukan evaluasi dan membuat laporan
setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di
wilayah kerjanya;
l. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas
dan wewenang PPK kepada masyarakat;
m. melaksanakan tugas, wewenang, dan
kewajiban lain yang diberikan oleh KPU, KPU
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Pengumuman hasil rekapitulasi
dilakukan dengan cara menempel-kannya pada sarana pengumuman
kecamatan.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "PPK wajib
menyerahkannya kepada saksi"
adalah PPK wajib memberikan berita
acara dan sertifikat penghitungan
suara, baik diminta maupun tidak.
Huruf j
Yang dimaksud dengan "menindak-lanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik
menghen-tikan temuan dan laporan
yang tidak terbukti maupun
meneruskan temuan dan laporan
yang terbukti.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf I
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
1
Provinsi, KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
n. melaksanakan tugas, wewenang, dan
kewajiban lain yang diberikan oleh undang-undang.
Paragraf 2
PPS
Pasal 45
(1) Untuk menyelenggarakan Pemilu di desa/
kelurahan, dibentuk PPS.
(2) PPS berkedudukan di desa/kelurahan.
(3) PPS dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota paling
lambat 6 (enam) bulan sebelum penyeleng-garaan Pemilu dan dibubarkan paling lambat
2 (dua) bulan setelah hari pemungutan suara.
(4) Dalam hal terjadi penghitungan dan
pemungutan suara ulang, Pemilu susulan, dan
Pemilu lanjutan, masa kerja PPS diperpanjang
dan PPS dibubarkan paling lambat 2 (dua) bulan
setelah pemungutan suara dimaksud.
Pasal 46
(1) Anggota PPS sebanyak 3 (tiga) orang berasal
dari tokoh masyarakat yang memenuhi syarat
berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota PPS diangkat oleh KPU Kabupaten/
Kota atas usul bersama kepala desa/kelurahan
dan badan permusyawaratan desa/dewan
kelurahan.
Pasal 47
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPS meliputi:
a. membantu KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/ Kota, dan PPK dalam melakukan
pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih
sementara, daftar pemilih hasil perbaikan,
Huruf n
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Huruf a
Cukup jelas.
1
dan daftar pemilih tetap;
b. membentuk KPPS;
c. mengangkat petugas pemutakhiran data
pemilih;
d. mengumumkan daftar pemilih;
e. menerima masukan dari masyarakat tentang
daftar pemilih sementara;
f. melakukan perbaikan dan mengumumkan
hasil perbaikan daftar pemilih sementara;
g. menetapkan hasil perbaikan daftar pemilih
sementara sebagaimana dimaksud pada huruf
f untuk menjadi daftar pemilih tetap;
h. mengumumkan daftar pemilih tetap
sebagaimana dimaksud pada huruf g dan
melaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota
melalui PPK;
i. menyampaikan daftar pemilih kepada PPK;
j. melaksanakan semua tahapan penyeleng-garaan Pemilu di tingkat desa/kelurahan yang
telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, dan PPK;
k. mengumumkan hasil penghitungan suara dari
seluruh TPS di wilayah kerjanya;
Huruf b
Yang dimaksud dengan "membentuk
KPPS" termasuk menentukan jumlah
dan lokasi TPS.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Pengumuman daftar pemilih dilakukan
dengan cara menempelkannya pada
sarana pengumuman desa/kelurahan
dan/atau sarana umum yang mudah
dijangkau dan dilihat masyarakat.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "masukan
dari masyarakat tentang daftar
pemilih sementara" adalah masukan
untuk menambah data pemilih yang
memenuhi persyaratan tetapi belum
terdaftar dan/atau mengurangi
data pemilih karena tidak memenuhi
persyaratan.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Pengumuman hasil penghitungan
suara dilakukan dengan cara
menempelkannya pada sarana
pengumuman desa/kelurahan.
1
Huruf I
Yang dimaksud dengan "menjaga dan
mengamankan", antara lain, adalah
tidak membuka, tidak mengubah,
tidak mengganti, tidak merusak,
tidak menghitung surat suara, atau
tidak menghilangkan kotak suara.
Huruf m
Yang dimaksud dengan "menerus-kan" adalah membawa dan menyam-paikan kotak suara kepada PPK,
yang dapat dilakukan sendiri atau
bekerja sama dengan pihak yang
berwenang.
Huruf n
Yang dimaksud dengan "menindak-lanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghen-tikan temuan dan laporan yang
tidak terbukti maupun meneruskan
temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
l. menjaga dan mengamankan keutuhan kotak
suara setelah penghitungan suara dan setelah
kotak suara disegel;
m. meneruskan kotak suara dari setiap TPS
kepada PPK pada hari yang sama setelah
terkumpulnya kotak suara dari setiap TPS dan
tidak memiliki kewenangan membuka kotak
suara yang sudah disegel oleh KPPS;
n. menindaklanjuti dengan segera temuan dan
laporan yang disampaikan oleh Pengawas
Pemilu Lapangan;
o. melakukan evaluasi dan membuat laporan
setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di
wilayah kerjanya;
p. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas
dan wewenang PPS kepada masyarakat;
q. membantu PPK dalam menyelenggarakan
Pemilu, kecuali dalam hal penghitungan suara;
r. melaksanakan tugas, wewenang, dan
kewajiban lain yang diberikan oleh KPU, KPU
Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan PPK sesuai
dengan peraturan perundang-undangan; dan
s . melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban
lain yang diberikan oleh undang-undang.
Paragraf 3
KPPS
Pasal 48
(1) Anggota KPPS sebanyak 7 (tujuh) orang
1
berasal dari anggota masyarakat di sekitar
TPS yang me-menuhi syarat berdasarkan
Undang-Undang ini.
(2) Anggota KPPS diangkat dan diberhentikan oleh
PPS atas nama ketua KPU Kabupaten/Kota.
(3) Pengangkatan dan pemberhentian anggota
KPPS wajib dilaporkan kepada KPU
Kabupaten/Kota.
(4) Susunan keanggotaan KPPS terdiri atas seorang
ketua merangkap anggota dan anggota.
Pasal 49
Tugas, wewenang, dan kewajiban KPPS meliputi:
a. mengumumkan dan menempelkan daftar
pemilih tetap di TPS;
b. menyerahkan daftar pemilih tetap kepada
saksi peserta Pemilu yang hadir dan Pengawas
Pemilu Lapangan;
c. melaksanakan pemungutan dan penghitungan
suara di TPS;
d. mengumumkan hasil penghitungan suara di
TPS;
e. menindaklanjuti dengan segera temuan dan
laporan yang disampaikan oleh saksi,
Pengawas Pemilu Lapangan, peserta Pemilu,
dan masyarakat pada hari pemungutan suara;
f. menjaga dan mengamankan keutuhan kotak
suara setelah penghitungan suara dan setelah
kotak suara disegel;
Pasal 49
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Pengumuman hasil penghitungan
suara dilakukan dengan cara
menempelkannya pada TPS dan/
atau lingkungan TPS.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "menindak-lanjuti" adalah mengambil langkah-langkah selanjutnya, baik menghen-tikan temuan dan laporan yang
tidak terbukti maupun meneruskan
temuan dan laporan yang terbukti.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "menjaga dan
mengamankan", antara lain, adalah
tidak membuka, tidak mengubah,
tidak mengganti, tidak merusak,
atau tidak menghilangkan kotak
suara yang telah berisi suara yang
telah dicoblos dan setelah kotak
suara disegel.
1
g. membuat berita acara pemungutan dan
penghitungan suara serta membuat sertifikat
penghitungan suara dan wajib menyerahkannya
kepada saksi peserta Pemilu, Pengawas Pemilu
Lapangan, dan PPK melalui PPS;
h. menyerahkan hasil penghitungan suara
kepada PPS dan Pengawas Pemilu Lapangan;
i. menyerahkan kotak suara tersegel yang
berisi surat suara dan sertifikat hasil
penghitungan suara kepada PPK melalui PPS
pada hari yang sama;
j. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban
lain yang diberikan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; dan
k. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewajiban
lain yang diberikan oleh undang-undang.
Paragraf 4
PPLN
Pasal 50
(1) PPLN berkedudukan di kantor perwakilan
Republik Indonesia.
(2) Anggota PPLN berjumlah paling sedikit 3
(tiga) orang dan paling banyak 7 (tujuh) orang
yang berasal dari wakil masyarakat Indonesia.
(3) Anggota PPLN diangkat dan diberhentikan
oleh KPU atas usul Kepala Perwakilan Republik
Indonesia sesuai dengan wilayah kerjanya.
(4) Susunan keanggotaan PPLN terdiri atas seorang
ketua merangkap anggota dan anggota.
Pasal 51
Tugas, wewenang, dan kewajiban PPLN meliputi:
a. membantu KPU dalam melakukan
pemutakhiran data pemilih, daftar pemilih
Huruf g
Yang dimaksud dengan "KPPS wajib
menyerahkannya kepada saksi"
adalah KPPS wajib memberikan berita
acara dan sertifikat penghitungan
suara, baik diminta maupun tidak.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Huruf a
Cukup jelas.
1
sementara, daftar pemilih hasil perbaikan,
dan daftar pemilih tetap;
b. membentuk KPPSLN;
c. mengumumkan daftar pemilih sementara,
melakukan perbaikan data pemilih atas
dasar masukan dari masyarakat Indonesia
di luar negeri, mengumumkan daftar
pemilih hasil perbaikan, serta menetapkan
daftar pemilih tetap;
d. menyampailkan daftar pemilih warga
negara Republik Indonesia kepada KPU;
e. melaksanakan tahapan penyelenggaraan
Pemilu yang telah ditetapkan oleh KPU;
f. melakukan rekapitulasi hasil penghitungan
suara dari seluruh TPSLN dalam wilayah
kerjanya;
g. mengumumkan hasil penghitungan suara
dari seluruh TPSLN di wilayah kerjanya;
h. menyerahkan berita acara dan sertifikat
hasil penghitungan suara kepada KPU;
i. menjaga dan mengamankan keutuhan
kotak suara;
j. melakukan evaluasi dan membuat laporan
setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di
wilayah kerjanya;
k. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan
Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan
tugas dan wewenang PPLN kepada
masyarakat Indonesia di luar negeri;
l. melaksanakan tugas, wewenang, dan
kewajiban lain yang diberikan oleh KPU
sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Pengumuman daftar pemilih dilaku-kan dengan cara, antara lain,
menempelkannya pada sarana
pengumuman di kantor perwakilan
Republik Indonesia,
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Pengumuman hasil penghitungan
suara dilakukan dengan cara,
antara lain menempelkannya pada
sarana pengumuman kantor
perwakilan Republik Indonesia.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf I
Cukup jelas.
1
m. melaksanakan tugas, wewenang, dan
kewajiban lain yang diberikan oleh
undang-undang.
Paragraf 5
KPPSLN
Pasal 52
(1) Anggota KPPSLN paling sedikit 3 (tiga) orang
dan paling banyak 7 (tujuh) orang yang
meme-nuhi syarat berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota KPPSLN diangkat dan diberhentikan
oleh ketua PPLN atas nama ketua KPU.
(3) Pengangkatan dan pemberhentian anggota
KPPSLN wajib dilaporkan kepada KPU.
(4) Susunan keanggotaan KPPSLN terdiri atas se-orang ketua merangkap anggota dan anggota.
Pasal 53
Tugas, wewenang, dan kewajiban KPPSLN
meliputi:
a. mengumumkan daftar pemilih tetap di TPSLN;
b. menyerahkan daftar pemilih tetap kepada
saksi peserta Pemilu yang hadir dan Pengawas
Pemilu Luar Negeri;
c. melaksanakan pemungutan dan penghitungan
suara di TPSLN;
d. mengumumkan hasil penghitungan suara di
TPSLN;
e. menindaklanjuti dengan segera temuan dan
laporan yang disampaikan oleh saksi, Pengawas
Pemilu Luar Negeri, peserta Pemilu, dan
masyarakat pada hari pemungutan suara;
Huruf m
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Pengumuman hasil penghitungan
suara dilakukan dengan cara,
antara lain, menempelkannya pada
TPSLN dan/atau lingkungan TPSLN.
Huruf e
Cukup jelas.
1
f. mengamankan kotak suara setelah peng-hitungan suara;
g. membuat berita acara pemungutan dan
penghitungan suara serta membuat sertifikat
penghitungan suara dan wajib menyerah-kannya kepada saksi peserta Pemilu yang hadir
dan Pengawas Pemilu Luar Negeri;
h. menyerahkan hasil penghitungan suara dan
sertifikat hasil penghitungan suara kepada
PPLN;
i. melaksanakan tugas, wewenang, dan
kewajiban lain yang diberikan oleh KPU; dan
j. melaksanakan tugas, wewenang, dan kewa-jiban lain yang diberikan oleh undang-undang.
Pasal 54
Uraian tugas dan tata kerja PPK, PPS, PPLN, KPPS,
dan KPPSLN lebih lanjut ditetapkan oleh KPU.
Paragraf 6
Persyaratan
Pasal 55
Syarat untuk menjadi anggota PPK, PPS, KPPS,
PPLN, KPPSLN meliputi:
a. warga negara Indonesia;
b. berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun;
c. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara,
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi
17 Agustus 1945;
d. mempunyai integritas, pribadi yang kuat,
jujur, dan adil;
e. tidak menjadi anggota partai politik yang
diyatakan dengan surat pernyataan yang sah
atau sekurang-kurangnya dalam jangka waktu
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
1
5 (Iima) tahun tidak lagi menjadi anggota partai
politik yang dibuktikan dengan surat keterangan
dari pengurus partai politik yang bersangkutan;
f. berdomisili dalam wilayah kerja PPK, PPS,
KPPS, PPLN, dan KPPSLN;
g. sehat jasmani dan rohani;
h. dapat membaca dan menulis dalam bahasa
Indonesia; dan
i. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Paragraf 7
Sumpah/Janji
Pasal 56
(1) Sebelum menjalankan tugas, anggota PPK,
PPS, KPPS, PPLN, KPPSLN, mengucapkan
sumpah/janji.
(2) Sumpah/janji anggota PPK, PPS, KPPS, PPLN,
KPPSLN sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji:
Bahwa saya akan memenuhi tugas dan
kewajiban saya sebagai anggota PPK/PPS/
KPPS/PPLN/KPPSLN dengan sebaik-baiknya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan
wewenang akan bekerja dengan sungguh-Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cacat tubuh tidak termasuk kategori
tidak sehat jasmani dan rohani.
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Orang yang dipidana penjara
karena alasan politik dikecualikan
dari ketentuan ini.
Pasal 56
Cukup jelas.
1
sungguh, jujur, adil, dan cermat demi
suksesnya Pemilu Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah/Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden/Pemilu Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah, tegaknya demokrasi dan
keadilan, serta mengutamakan kepentingan
Negara Kesatuan Republik Indonesia daripada
kepentingan pribadi atau golongan."
Bagian Kesembilan
Kesekretariatan
Paragraf I
Susunan
Pasal 57
(1) Sekretariat Jenderal KPU dipimpin oleh
seorang Sekretaris Jenderal dan dibantu oleh
seorang Wakil Sekretaris Jenderal.
(2) Sekretaris Jenderal dan Wakil Sekretaris
Jenderal KPU adalah pegawai negeri sipil yang
memenuhi persyaratan.
(3) Calon Sekretaris Jenderal dan Wakil Sekretaris
Jenderal diusulkan oleh KPU masing-masing
sebanyak 3 (tiga) orang kepada Presiden.
(4) Dalam pengusulan calon Sekretaris Jenderal
dan Wakil Sekretaris Jenderal sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), KPU harus terlebih
dahulu berkonsultasi dengan Pemerintah.
(5) Calon Sekretaris Jenderal dan Wakil Sekreteris
Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
masing-masing dipilih satu orang dan
ditetapkan dengan keputusan Presiden.
(6) Sekretaris Jenderal KPU bertanggung jawab
kepada KPU.
(7) Pegawai Sekretariat Jenderal adalah pegawai
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "Pemerintah"
adalah Presiden, yang dalam
pelaksanaan konsultasi tersebut,
Presiden dapat menunjuk Menteri
Dalam Negeri.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Tenaga profesional lain direkrut
1
negeri sipil dan tenaga profesional lain yang
diperlukan.
(8) Sekretaris Jenderal dapat mengangkat pakar/
ahli sesuai dengan kebutuhan atas
persetujuan KPU.
(9) Pakar/ahli sebagaimana dimaksud pada ayat
(8) berada di bawah koordinasi Sekretaris
Jenderal KPU.
Pasal 58
(1) Sekretariat KPU Provinsi dipimpin oleh
seorang sekretaris.
(2) Sekretaris KPU Provinsi adalah pegawai negeri
sipil yang memenuhi persyaratan.
(3) Calon sekretaris KPU Provinsi diusulkan oleh
KPU Provinsi sebanyak 3 (tiga) orang kepada
gubernur.
(4) Dalam pengusulan calon sekretaris KPU
Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
KPU Provinsi harus terlebih dahulu berkon-sultasi dengan gubernur.
(5) Calon sekretaris KPU Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dipilih 1 (satu) orang
dan ditetapkan oleh gubernur.
(6) Sekretaris KPU Provinsi bertanggung jawab
kepada KPU Provinsi.
(7) Pegawai sekretariat adalah pegawai negeri sipil
dan tenaga profesional lain yang diperlukan.
Pasal 59
(1) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota dipimpin
oleh seorang sekretaris.
sesuai dengan keahlian yang dibu-tuhkan melalui sistem kontrak.
Ayat (8)
Yang dimaksud dengan "sesuai
dengan kebutuhan" adalah ber-kaitan dengan jumlah pakar/ahli dan
keahlian yang dibutuhkan untuk
meningkatkan kinerja KPU serta
membantu pelaksanaan tugas dan
fungsi KPU secara profesional.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Tenaga profesional lain direkrut
sesuai dengan keahlian yang di-butuhkan melalui sistem kontrak.
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas.
1
(2) Sekretaris KPU Kabupaten/Kota adalah
pegawai negeri sipil yang memenuhi
persyaratan.
(3) Calon sekretaris KPU Kabupaten/Kota
diusulkan oleh KPU Kabupaten/Kota sebanyak
3 (tiga) orang kepada bupati/walikota.
(4) Pengusulan calon sekretaris KPU Kabupaten/
Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
KPU Kabupaten/Kata harus terlebih dahulu
berkonsultasi dengan bupati/walikota.
(5) Calon sekretaris KPU Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipilih
1 (satu) orang dan ditetapkan oleh bupati/
walikota.
(6) Sekretaris KPU Kabupaten/Kota bertanggung
jawab kepada KPU Kabupaten/Kota.
(7) Pegawai sekretariat adalah pegawai negeri
sipil dan tenaga profesional lain yang
diperlukan.
Pasal 60
(1) Sekretariat Jenderal KPU terdiri atas paling
banyak 7 (tujuh) biro; biro terdiri atas paling
banyak 4 (empat) bagian dan setiap bagian
terdiri atas paling banyak 3 (tiga) subbagian.
(2) Sekretariat KPU Provinsi terdiri atas paling
banyak 3 (tiga) bagian dan setiap bagian
terdiri atas 2 (dua) subbagian.
(3) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota paling
banyak terdiri atas 4 (empat) subbagian.
(4) Jumlah pegawai sekretariat KPU Kabupaten/
Kota ditetapkan lebih lanjut dengan
keputusan KPU dengan mempertimbangkan
beban kerja, proporsi jumlah penduduk,
kondisi geografis, dan luas wilayah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Tenaga profesional lain direkrut
sesuai dengan keahlian yang dibu-tuhkan melalui sistem kontrak.
Pasal 60
Cukup jelas.
1
Pasal 61
Eselonisasi jabatan struktural Sekretaris Jenderal
KPU, Wakil Sekretaris Jenderal KPU, sekretaris
KPU Provinsi, dan sekretaris KPU Kabupaten/Kota
sebagai berikut:
a. Sekretaris Jenderal KPU adalah jabatan
struktural eselon I a.
b. Wakil Sekretaris Jenderal KPU adalah jabatan
struktural eselon l b.
c. Sekretaris KPU Provinsi adalah jabatan
struktural eselon Il a.
d. Sekretaris KPU Kabupaten/Kota adalah
jabatan struktural eselon Ill a.
Pasal 62
Di lingkungan Sekretariat Jenderal KPU,
sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU
Kabupaten/Kota dapat ditetapkan jabatan
fungsional tertentu yang jumlah dan jenisnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 63
Struktur organisasi Sekretariat Jenderal KPU,
sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU
Kabupaten/Kota ditetapkan dengan peraturan
KPU setelah berkonsultasi dengan menteri yang
bertanggung jawab di bidang pendayagunaan
aparatur negara dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 64
Susunan organisasi dan tata kerja Sekretariat
Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan
sekretariat KPU Kabupaten/Kota ditetapkan
dengan peraturan KPU.
Pasal 65
Pengisian jabatan dalam struktur organisasi
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
1
Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU
Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota
ditetapkan dengan keputusan KPU.
Paragraf 2
Tugas dan Wewenang
Pasal 66
Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU
Provinsi, Dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota
masing-masing melayani KPU, KPU Provinsi, Dan
KPU Kabupaten/ Kota.
Pasal 67
(1) Sekretariat Jenderal KPU bertugas:
a. membantu penyusunan program dan ang-garan Pemilu;
b. memberikan dukungan teknis administratif;
c. membantu pelaksanaan tugas KPU dalam
menyelenggarakan Pemilu;
d. membantu perumusan dan penyusunan
rancangan peraturan dan keputusan KPU;
e. memberikan bantuan hukum dan memfa-silitasi penyelesaian sengketa Pemilu;
f. membantu penyusunan laporan penyeleng-garaan kegiatan dan pertanggung jawaban
KPU; dan
g. membantu pelaksanaan tugas-tugas lain
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Sekretariat Jenderal KPU berwenang:
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "mem-berikan
bantuan hukum"adalah memberikan
bantuan hukum kepada KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabu-paten/Kota
dalam melaksanakan tugasnya.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
1
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
a. mengadakan dan mendistribusikan
perlengkapan penyelenggaraan Pemilu
berdasarkan norma, standar, prosedur,
dan kebutuhan yang ditetapkan oleh KPU;
b. mengadakan perlengkapan penyeleng-garaan Pemilu sebagaimana dimaksud
pada huruf a sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
d. mengangkat tenaga pakar/ahli berdasarkan
kebutuhan atas persetujuan KPU; dan
d. memberikan layanan administrasi, ketata-usahaan, dan kepegawaian sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Sekretariat Jenderal KPU berkewajiban:
a. menyusun laporan pertanggungjawaban
keuangan;
b. memelihara arsip dan dokumen Pemilu; dan
c. mengelola barang inventaris KPU.
(4) Sekretariat Jenderal KPU bertanggung jawab
dalam hal administrasi keuangan serta
pengadaan barang dan jasa berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 68
(1) Sekretariat KPU Provinsi bertugas:
a. membantu penyusunan program dan
anggaran Pemilu;
b. memberikan dukungan teknis administratif;
c. membantu pelaksanaan tugas KPU Provinsi
dalam menyelenggarakan Pemilu;
d. membantu pendistribusian perlengkapan
penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Dae-rah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
e. membantu perumusan dan penyusunan
rancangan keputusan KPU Provinsi;
1
f. memfasilitasi penyelesaian masalah dan
sengketa Pemilu Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah Provinsi;
g. membantu penyusunan laporan penyeleng-garaan kegiatan dan pertanggungjawaban
KPU Provinsi; dan
h. membantu pelaksanaan tugas-tugas lainnya
sesuai dengan peraturan perundang-udangan.
(2) Sekretariat KPU Provinsi berwenang:
a. mengadakan dan mendistribusikan perleng-kapan penyelenggaraan Pemilu Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi
berdasarkan norma, standar, prosedur, dan
kebutuhan yang ditetapkan oleh KPU;
b. mengadakan perlengkapan penyeleng-garaan Pemilu sebagaimana dimaksud
pada huruf a sesuai dengan peraturan
perundang-undangan; dan
c. memberikan layanan administrasi,
ketatausahaan, dan kepegawaian sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Sekretariat KPU Provinsi berkewajiban:
a. menyusun laporan pertanggungjawaban
keuangan;
b. memelihara arsip dan dokumen Pemilu; dan
c. mengelola barang inventaris KPU Provinsi.
(4) Sekretariat KPU Provinsi bertanggung jawab
dalam hal administrasi keuangan serta
pengadaan barang dan jasa berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 69
(1) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota bertugas:
a. membantu penyusunan program dan
anggaran Pemilu;
Pasal 69
Cukup jelas.
1
b. memberikan dukungan teknis administratif;
c. membantu pelaksanaan tugas KPU Kabupa-ten/Kota dalam menyelenggarakan Pemilu;
d. membantu pendistribusian perlengkapan
penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden, serta Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Provinsi;
e. membantu perumusan dan penyusunan
rancangan keputusan KPU Kabupaten/Kota;
f. memfasilitasi penyelesaian masalah dan
sengketa Pemilu Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah Kabupaten/Kota;
g. membantu penyusunan laporan penyeleng-garaan kegiatan dan pertanggungjawaban
KPU Kabupaten/Kota; dan
h. membantu pelaksanaan tugas-tugas
lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota berwenang:
a. mengadakan dan mendistribusikan perleng-kapan penyelenggaraan Pemilu Kepala Dae-rah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/
Kota berdasarkan norma, standar, prosedur,
dan kebutuhan yang ditetapkan oleh KPU;
b. mengadakan perlengkapan penyeleng-garaan Pemilu sebagaimana dimaksud pada
huruf a sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
c. memberikan layanan administrasi,
ketatausahaan, dan kepegawaian sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota berkewajiban:
a. menyusun laporan pertanggungjawaban
1
keuangan;
b. memelihara arsip dan dokumen Pemilu; dan
c. mengelola barang inventaris KPU
Kabupaten/Kota.
(4) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota bertanggung
jawab dalam hal administrasi keuangan serta
pengadaan barang dan jasa berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
BAB IV
PENGAWAS PEMILU
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 70
(1) Pengawasan penyelenggaraan Pemilu
dilakukan oleh Bawaslu, Panwaslu Provinsi,
Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu
Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan
Pengawas Pemilu Luar Negeri.
(2) Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bersifat tetap.
(3) Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota,
Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu
Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat
ad hoc.
Pasal 71
Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota,
Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan,
dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dibentuk paling
lambat 1 (satu) bulan sebelum tahapan pertama
penyelenggaraan Pemilu dimulai dan berakhir
paling lambat 2 (dua) bulan setelah seluruh
tahapan penyelenggaraan Pemilu selesai.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
1
Bagian Kedua
Kedudukan, Susunan, dan Keanggotaan
Pasal 72
(1) Bawaslu berkedudukan di ibu kota negara.
(2) Panwaslu Propinsi berkedudukan di ibu kota
propinsi.
(3) Panwaslu Kabupaten/Kota berkedudukan di
ibu kota kabupaten/kota.
(4) Panwaslu Kecamatan berkedudukan di ibu kota
kecamatan.
(5) Pengawas Pemilu Lapangan berkedudukan di
desa/kelurahan.
(6) Pengawas Pemilu Luar Negeri berkedudukan
di kantor perwakilan Republik Indonesia.
Pasal 73
(1) Keanggotaan Bawaslu terdiri atas kalangan
profesional yang mempunyai kemampuan
dalam melakukan pengawasan dan tidak
menjadi anggota partai politik.
(2) Jumlah anggota:
a. Bawaslu sebanyak 5 (lima) orang;
b. Panwaslu Provinsi sebanyak 3 (tiga) orang;
c. Panwaslu Kabupaten/Kota sebanyak 3
(tiga) orang;
d. Panwaslu Kecamatan sebanyak 3 (tiga) orang.
(3) Jumlah anggota Pengawas Pemilu Lapangan di
setiap desa/kelurahan sebanyak 1 (satu) orang.
(4) Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, dan Panwaslu Kecamatan
terdiri atas seorang ketua merangkap
anggota dan anggota.
(5) Ketua Bawaslu dipilih dari dan oleh anggota
Bawaslu.
(6) Ketua Panwaslu Provinsi, ketua Panwaslu
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
1
Kabupaten/Kota, dan ketua Panwaslu
Kecamatan dipilih dari dan oleh anggota.
(7) Setiap anggota Bawaslu, Panwaslu Provinsi,
Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu
Kecamatan mempunyai hak suara yang sama.
(8) Komposisi keanggotaan Bawaslu, Panwaslu
Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota
memperhatikan keterwakilan perempuan
sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus).
(9) Masa keanggotaan Bawaslu adalah 5 (lima) tahun
terhitung sejak pengucapan sumpah/janji.
Bagian Ketiga
Tugas, Wewenang, dan Kewajiban
Paragraf 1
Badan Pengawas Pemilu
Pasal 74
(1) Tugas dan wewenang Bawaslu adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan
Pemilu yang meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasar-kan data kependudukan dan penetapan
daftar pemilih sementara dan daftar
pemilih tetap;
2. penetapan peserta Pemilu;
3. pencalonan yang berkaitan dengan
persyaratan dan tata cara pencalonan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, pasangan
calon Presiden dan wakil Presiden, dan
pasangan calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah;
4. proses penetapan calon anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Pasal 74
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
1
Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, pasangan calon Presiden dan
Wakil Presiden, serta pasangan calon
kepala daerah dan wakil kepala daerah;
5. pelaksanaan kampanye;
6. perlengkapan Pemilu dan pendistri-busiannya;
7. pelaksanaan pemungutan suara dan
penghitungan suara hasil Pemilu di TPS;
8. pergerakan surat suara, berita acara
penghitungan suara, dan sertifikat hasil
penghitungan suara dari tingkat TPS
sampai ke PPK;
9. proses rekapitulasi suara di PPK, KPU
Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU;
10.pelaksanaan penghitungan dan pemu-ngutan suara ulang, Pemilu lanjutan,
dan Pemilu susulan;
11. proses penetapan hasil Pemilu.
b. menerima laporan dugaan pelanggaran
terhadap pelaksanaan peraturan
perundang-undangan mengenai Pemilu;
c. menyampaikan temuan dan laporan
kepada KPU untuk ditindaklanjuti;
Angka 5
Yang dimaksud dengan "pelaksana-an kampanye", terutama mengenai
bentuk dan materi kampanye,
waktu dan jadwal kampanye, serta
dana kampanye;
Angka 6
Yang dimaksud dengan "perlengkap-an Pemilu", terutama mengenai surat
suara, kotak suara, tinta, dan segel.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Temuan dan laporan yang disam-paikan kepada KPU untuk ditindak-lanjuti, antara lain temuan dan
laporan mengenai masalah teknis
dan administratif yang berkaitan
dengan tahapan penyelenggaraan
Pemilu oleh penyelenggara Pemilu
serta pelanggaran yang dilakukan
oleh peserta Pemilu.
1
d. meneruskan temuan dan laporan yang
bukan menjadi kewenangannya kepada
instansi yang berwenang;
e. menetapkan standar pengawasan tahapan
penyelenggaraan Pemilu sebagai pedoman
kerja bagi pengawas Pemilu di setiap
tingkatan;
f. mengawasi pelaksanaan penetapan
daerah pemilihan dan jumlah kursi pada
setiap daerah pemilihan berdasarkan
peraturan perundang-undangan;
g. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut
rekomendasi pengenaan sanksi kepada
anggota KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/ Kota, Sekretaris Jenderal KPU,
pegawai Sekretariat Jenderal KPU,
sekretaris KPU Provinsi, pegawai
sekretariat KPU Provinsi, sekretaris KPU
Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat
KPU Kabupaten/Kota yang terbukti
melakukan tindakan yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan
Pemilu yang sedang berlangsung;
h. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penye-lenggaraan Pemilu; dan
i. melaksanakan tugas dan wewenang lain
yang ditetapkan oleh undang-undang.
(2) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Bawaslu berwenang:
a. memberikan rekomendasi kepada KPU
untuk menonaktifkan sementara dan/atau
mengenakan sanksi administratif atas
pelanggaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf g;
b. memberikan rekomendasi kepada yang
berwenang atas temuan dan laporan
terhadap tindakan yang mengandung unsur
tindak pidana Pemilu.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
1
Pasal 75
Bawaslu berkewajiban:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan tugas Pengawas Pernilu
pada semua tingkatan;
c. menerima dan menindaklanjuti laporan yang
berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran
terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
d. menyampaikan laporan hasil pengawasan
kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan
KPU sesuai dengan tahapan Pemilu secara
periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan; dan
e. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2
Panwaslu Provinsi
Pasal 76
(1) Tugas dan wewenang Panwaslu Provinsi ialah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan
Pemilu di wilayah provinsi yang meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan
data kependudukan dan penetapan
daftar pemilih sementara dan daftar
pemilih tetap;
2. pencalonan yang berkaitan dengan
persyaratan dan tata cara pencalonan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi, dan pencalonan kepala
daerah dan wakil kepala daerah provinsi;
3. proses penetapan calon anggota Dewan
Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi, dan pasangan
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
1
calon kepala daerah dan wakil kepala
daerah provinsi;
4. penetapan pasangan calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah
provinsi;
5. pelaksanaan kampanye;
6. perlengkapan Pemilu dan pendistri-busiannya;
7. pelaksanaan penghitungan dan pemu-ngutan suara dan penghitungan suara
hasil Pemilu;
8. pengawasan seluruh proses peng-hitungan suara di wilayah kerjanya;
9. proses rekapitulasi suara dari seluruh
kabupaten/kota yang dilakukan oleh
KPU Provinsi;
10. pelaksanaan penghitungan dan pemu-ngutan suara ulang, Pemilu lanjutan,
dan Pemilu susulan;
11. proses penetapan hasil Pemilu Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi dan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Provinsi;
b. menerima laporan dugaan pelanggaran ter
hadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
c. menyampaikan temuan dan laporan
kepada KPU Provinsi untuk ditindaklanjuti;
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Yang dimaksud dengan "pelaksana-an kampanye", terutama mengenai
bentuk dan materi kampanye,
waktu dan jadwal kampanye, serta
dana kampanye.
Angka 6
Yang dimaksud dengan "perlengkapan
Pemilu", terutama mengenai surat
suara, kotak suara, tinta, dan segel.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Temuan dan laporan yang disampai-kan kepada Panwaslu Provinsi untuk
ditindaklanjuti, antara lain temuan
dan laporan mengenai masalah
teknis dan administratif yang ber-kaitan dengan tahapan penyeleng-1
d. meneruskan temuan dan laporan yang
bukan menjadi kewenangannya kepada
instansi yang berwenang;
e. menyampaikan laporan kepada Bawaslu
sebagai dasar untuk mengeluarkan
rekomendasi Bawaslu yang berkaitan
dengan adanya dugaan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara
Pemilu di tingkat provinsi;
f. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut
rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan
sanksi kepada anggota KPU Provinsi,
sekretaris dan pegawai sekretariat KPU
Provinsi yang terbukti melakukan tindakan
yang mengakibatkan terganggunya
tahapan penyelenggaraan Pemilu yang
sedang berlangsung;
g. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penye-lenggaraan Pemilu; dan
h. melaksanakan tugas dan wewenang lain
yang diberikan oleh undang-undang.
(2)Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Panwaslu Provinsi
berwenang:
a. memberikan rekomendasi kepada KPU
untuk menonaktifkan sementara dan/atau
mengenakan sanksi administratif atas
pelanggaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f;
b. memberikan rekomendasi kepada yang
berwenang atas temuan dan laporan
terhadap tindakan yang mengandung
unsur tindak pidana Pemilu.
garaan Pemilu oleh penyelenggara
Pemilu serta pelanggaran yang
dilakukan oleh peserta Pemilu.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
1
Pasal 77
Pawaslu Provinsi berkewajiban:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. meIakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan tugas pengawas Pemilu
pada tingkatan di bawahnya;
c. menerima dan menindaklanjuti laporan yang
berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran
terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
d. menyampaikan laporan hasil pengawasan
kepada Bawaslu sesuai dengan tahapan Pemilu
secara periodik dan/atau berdasarkan
kebutuhan;
e. menyampaikan temuan dan laporan kepada
Bawaslu berkaitan dengan adanya dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Provinsi
yang mengakibatkan terganggunya penyeleng-garaan tahapan Pemilu di tingkat provinsi; dan
f. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Panwaslu Kabupaten/Kota
Pasal 78
(1) Tugas dan wewenang Panwaslu Kabupaten/
Kota adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan
Pemilu di wilayah kabupaten/kota yang
meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan
data kependudukan dan penetapan
daftar pemilih sementara dan daftar
pemilih tetap;
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
1
2. pencalonan yang berkaitan dengan
persyaratan dan tata cara pencalonan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota dan pencalonan
kepala daerah dan wakil kepala daerah
kabupaten/kota;
3. proses penetapan calon anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/
Kota dan pasangan calon kepala daerah
dan wakil kepala daerah kabupaten/kota;
4. penetapan pasangan calon kepala
daerah dan wakil kepala daerah
kabupaten/kota;
5. pelaksanaan kampanye;
6. perlengkapan Pemilu dan pendis-tribusiannya;
7. pelaksanaan pemungutan suara dan
penghitungan suara hasil Pemilu;
8. mengendalikan pengawasan seluruh
proses penghitungan suara;
9. pergerakan surat suara dari tingkat
TPS sampai ke PPK;
10. proses rekapitulasi suara yang
dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota
dari seluruh kecamatan;
11. pelaksanaan penghitungan dan
pemungutan suara ulang, Pemilu
lanjutan, dan Pemilu susulan; dan
12. proses penetapan hasil Pemilu Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabu-paten/Kota dan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Kabupaten/ Kota;
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Yang dimaksud dengan "pelaksana-an kampanye", terutama mengenai
bentuk dan materi kampanye, waktu
dan jadwal kampanye, serta dana
kampanye.
Angka 6
Yang dimaksud dengan "perlengkap-an Pemilu", terutama mengenai surat
suara, kotak suara, tinta, dan segel.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Cukup jelas.
Angka 12
Cukup jelas.
1
b. menerima laporan dugaan pelanggaran
terhadap pelaksanaan peraturan
perundang-undangan mengenai Pemilu;
c. menyelesaikan temuan dan laporan
sengketa penyelenggaraan Pemilu yang
tidak mengandung unsur tindak pidana;
d. menyampaikan temuan dan laporan
kepada KPU Kabupaten/Kota untuk
ditindaklanjuti;
e. meneruskan temuan dan laporan yang
bukan menjadi kewenangannya kepada
instansi yang berwenang;
f. menyampaikan laporan kepada Bawaslu
sebagai dasar untuk mengeluarkan
rekomendasi Bawaslu yang berkaitan
dengan adanya dugaan tindakan yang
mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara
Pemilu di tingkat kabupaten/kota;
g. mengawasi pelaksanaan tindak lanjut
reko- mendasi Bawaslu tentang pengenaan
sanksi kepada anggota KPU Kabupaten/
Kota, sekretaris dan pegawai sekretariat
KPU Kabupaten/Kota yang terbukti
melakukan tindakan yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan
Pemilu yang sedang berlangsung;
h. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penye-lenggaraan Pemilu; dan
i. melaksanakan tugas dan wewenang lain
yang diberikan oleh undang-undang.
(2)Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Panwaslu Kabupaten/
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Temuan dan laporan yang disampai-kan kepada Panwaslu Kabupaten/
Kota untuk ditindaklanjuti, antara
lain temuan dan laporan mengenai
masalah teknis dan administratif ya-ng berkaitan dengan tahapan penye-lenggaraan Pemilu oleh penyelenggara
Pemilu serta pelanggaran yang
dilakukan oleh peserta Pemilu.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
1
Kota berwenang:
a. memberikan rekomendasi kepada KPU
untuk menonaktifkan sementara dan/atau
mengenakan sanksi administratif atas
pelanggaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf g;
b. memberikan rekomendasi kepada yang
berwenang atas temuan dan laporan
terhadap tindakan yang mengandung
unsur tindak pidana Pemilu.
Pasal 79
Panwaslu Kabupaten/Kota berkewajiban:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalan-kan tugas dan wewenangnya;
b. melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan tugas Panwaslu pada
tingkatan di bawahnya;
c. menerima dan menindaklanjuti laporan yang
berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran
terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu;
d. menyampaikan laporan hasil pengawasan
kepada Panwaslu Provinsi sesuai dengan
tahapan Pemilu secara periodik dan/atau
berdasarkan kebutuhan;
e. menyampaikan temuan dan laporan kepada
Panwaslu Provinsi berkaitan dengan adanya
dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU
Kabupaten/Kota yang mengakibatkan ter-ganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu
di tingkat kabupaten/kota; dan
f. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 79
Cukup jelas.
1
Paragraf 4
Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan
Pasal 80
Tugas dan wewenang Panwaslu Kecamatan adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu
di wilayah kecamatan yang meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan
data kependudukan dan penetapan daftar
pemilih sementara dan daftar pemilih tetap;
2. pelaksanaan kampanye;
3. perlengkapan Pemilu dan pendistribusian-nya;
4. pelaksanaan pemungutan dan penghitung-an suara hasil Pemilu;
5. pergerakan surat suara dari TPS sampai
ke PPK;
6. proses rekapitulasi suara yang dilakukan
oleh PPK dari seluruh TPS; dan
7. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan
suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu
susulan;
b. menerima laporan dugaan pelanggaran
terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu
yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. menyampaikan temuan dan laporan kepada
PPK untuk ditindaklanjuti;
Pasal 80
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Yang dimaksud dengan "pelaksana-an kampanye", terutama mengenai
bentuk dan materi kampanye,
waktu dan jadwal kampanye, serta
dana kampanye.
Angka 3
Yang dimaksud dengan "perlengkap-an Pemilu", terutama mengenai surat
suara, kotak suara, tinta, dan segel.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Temuan dan laporan yang disampai-kan kepada PPK untuk ditindak-lanjuti, antara lain temuan dan
laporan mengenai masalah teknis
dan administratif yang berkaitan
1
d. meneruskan temuan dan laporan yang bukan
menjadi kewenangannya kepada instansi yang
berwenang;
e. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penye-lenggaraan Pemilu;
f. memberikan rekomendasi kepada yang ber-wenang atas temuan dan laporan mengenai
tindakan yang mengandung unsur tindak pidana
Pemilu; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
diberikan oleh undang-undang.
Pasal 81
Panwaslu Kecamatan berkewajiban:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. menyampaikan laporan kepada Panwaslu
Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya
dugaan tindakan yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan
Pemilu di tingkat kecamatan;
c. menyampaikan laporan pengawasan atas
tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah
kerjanya kepada Panwaslu Kabupaten/Kota;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada
Panwaslu Kabupaten/Kota berkaitan dengan
adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan
oleh PPK yang mengakibatkan terganggunya
penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat
kecamatan; dan
e. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan.
dengan tahapan penyelenggaraan
Pemilu oleh penyelenggara Pemilu
serta pelanggaran yang dilakukan
oleh peserta Pemilu.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
1
Paragraf 5
Pengawas Pemilu Lapangan
Pasal 82
Tugas dan wewenang Pengawas Pemilu Lapangan
adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu
di tingkat desa/kelurahan yang meliputi:
1. pelaksanaan pemutakhiran data pemilih
berdasarkan data kependudukan dan
penetapan daftar pemilih sementara,
daftar pemilih hasil perbaikan, dan daftar
pemilih tetap;
2. pelaksanaan kampanye;
3. perlengkapan Pemilu dan pendistribusiannya;
4. pelaksanaan pemungutan suara dan
proses penghitungan suara di setiap TPS;
5. pengumuman hasil penghitungan suara di
setiap TPS;
6. pengumuman hasil penghitungan suara dari
TPS yang ditempelkan di sekretariat PPS;
7. pergerakan surat suara dari TPS sampai
ke PPK; dan
8. pelaksanaan penghitungan dan pemu-ngutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan
Pemilu susulan.
b. menerima laporan dugaan pelanggaran
terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu
yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
Pasal 82
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Yang dimaksud dengan "pelaksana-an kampanye", terutama mengenai
bentuk dan materi kampanye,
waktu dan jadwal kampanye,
serta dana kampanye.
Angka 3
Yang dimaksud dengan "perlengkap-an Pemilu", terutama mengenai surat
suara, kotak suara, tinta, dan segel.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
1
c. meneruskan temuan dan laporan dugaan
pelanggaran terhadap tahapan penyelenggaraan
Pemilu sebagaimana dimaksud pada huruf b
kepada instansi yang berwenang;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada
PPS dan KPPS untuk ditindaklanjuti;
e. memberikan rekomendasi kepada yang
berwenang atas temuan dan laporan tentang
adanya tindakan yang mengandung unsur
tindak pidana Pemilu sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
f. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penye-lenggaraan Pemilu; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang
diberikan oleh Panwaslu Kecamatan.
Pasal 83
Pengawas Pemilu Lapangan berkewajiban:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam menja-lankan tugas dan wewenangnya;
b. menyampaikan laporan kepada Panwaslu
Kecamatan berkaitan dengan adanya dugaan
tindakan yang mengakibatkan terganggunya
tahapan penyelenggaraan Pemilu di tingkat
desa/kelurahan;
a menyampaikan temuan dan laporan kepada
Pan-waslu Kecamatan berkaitan dengan
adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan
oleh PPS dan KPPS yang mengakibatkan
terganggunya penyelenggaraan tahapan
Pemilu di tingkat desa/kelurahan;
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Temuan dan laporan yang disampai-kan kepada PPS dan KPPS untuk
ditindaklanjuti, antara lain temuan
dan laporan mengenai masalah
teknis dan administratif yang ber-kaitan dengan tahapan penyeleng-garaan Pemilu oleh penyelenggara
Pemilu serta pelanggaran yang
dilakukan oleh peserta Pemilu.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
1
d. menyampaikan laporan pengawasan atas
tahapan panyelenggaraan Pemilu di wilayah
kerjanya kepada Panwaslu Kecamatan; dan
e. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan
oleh Panwaslu Kecamatan.
Paragraf 6
Pengawas Pemilu Luar Negeri
Pasal 84
Tugas dan wewenang Pengawas Pemilu Luar
Negeri adalah:
a. mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu
di luar negeri yang meliputi:
1. pemutakhiran data pemilih berdasarkan
data kependudukan dan penetapan daftar
pemilih sementara, hasil perbaikan daftar
pemilih, dan daftar pemilih tetap;
2. pelaksanaan kampanye;
3. perlengkapan Pemilu dan pendistribusi-annya;
4. pelaksanaan pemungutan suara dan proses
penghitungan suara di setiap TPSLN;
5. proses rekapitulasi suara yang dilakukan
oleh PPLN dari seluruh TPSLN;
6. pengumuman hasil penghitungan suara di
setiap TPSLN;
7. pengumuman hasil penghitungan suara
dari TPSLN yang ditempelkan di
sekretariat PPLN;
8. pergerakan surat suara dari TPSLN sampai
ke PPLN; dan
Pasal 84
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Yang dimaksud dengan "pelaksana-an kampanye", terutama mengenai
bentuk dan materi kampanye,
waktu dan jadwal kampanye, serta
dana kampanye.
Angka 3
Yang dimaksud dengan "perlengkap-an Pemilu", terutama mengenai surat
suara, kotak suara, tinta, dan segel.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
1
9. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan
suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu
susulan.
b. menerima laporan dugaan pelanggaran
terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. meneruskan temuan dan laporan dugaan pelang-garan terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu
sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada
instansi yang berwenang;
d. menyampaikan temuan dan laporan kepada
PPLN dan KPPSLN untuk ditindaklanjuti;
e. memberikan rekomendasi kepada yang berwe-nang atas temuan dan laporan tentang adanya
tindakan yang mengandung unsur tindak pidana
Pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
f. mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyeleng-garaan Pemilu; dan
g. melaksanakan tugas dan wewenang lainnya
yang diberikan oleh Bawaslu.
PasaI 85
Pengawas Pemilu Luar Negeri berkewajiban:
a. bersikap tidak diskriminatif dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. menyampaikan laporan kepada Bawaslu
berkaitan dengan adanya dugaan tindakan
yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu di luar negeri;
c. menyampaikan temuan dan laporan kepada
Bawaslu berkaitan dengan adanya dugaan
Angka 9
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Temuan dan laporan yang disampai-kan kepada PPLN dan KPPSLN un-tuk
ditindaklanjuti, antara lain temuan
dari laporan mengenai masalah tek-nis dan administratif yang berkaitan
dengam tahapan penyelenggaraan
Pemilu serta pelanggaran yang
dilakukan oleh peserta Pemilu.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
1
pelanggaran yang dilakukan oleh PPLN dan
KPPSLN yang mengakibatkan terganggunya
penyelenggaraan tahapan Pemilu di luar negeri;
d. menyampaikan laporan pengawasan atas
tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah
kerjanya kepada Bawaslu; dan
e. melaksanakan kewajiban lainnya yang
diberikan oleh Bawaslu.
Bagian Keempat
Persyaratan
Pasal 86
Syarat untuk menjadi calon anggota Bawaslu,
Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan
Panwaslu Kecamatan, serta Pengawas Pemilu
Lapangan adalah:
a. warga negara Indonesia;
b. berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun;
c. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara,
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi
17 Agustus 1945;
d. mempunyai integritas, pribadi yang kuat, jujur,
dan adil;
e. memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang
yang berkaitan dengan pengawasan;
f. berpendidikan paling rendah S-1 untuk calon
anggota Bawaslu, Panwaslu Provinsi, dan
Panwaslu Kabupaten/Kota dan berpendidikan
paling rendah SLTA atau yang sederajat untuk
anggota Panwaslu Kecamatan dan Pengawas
Pemilu Lapangan;
Pasal 86
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan memiliki pe-ngetahuan dan keahlian di bidang
yang berkaitan dengan pengawasan,
antara lain memiliki pengetahuan dan
keahlian di bidang penegakan hukum.
Huruf f
Cukup jelas.
1
g. berdomisili di wilayah Republik Indonesia
untuk anggota Bawaslu, di wilayah provinsi
yang bersangkutan untuk anggota Panwaslu
Provinsi, atau di wilayah kabupaten/kota yang
bersangkutan untuk anggota Panwaslu
Kabupaten/Kota yang dibuktikan dengan kartu
tanda penduduk;
h. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil
pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari
rumah sakit;
i. tidak pernah menjadi anggota partai politik
yang dinyatakan secara tertulis dalam surat
pernyataan yang sah atau sekurang-kurangnya
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun tidak lagi
menjadi anggota partai politik yang dibuktikan
dengan surat keterangan dari pengurus partai
politik yang bersangkutan;
j. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
k. tidak sedang menduduki jabatan politik,
jabatan struktural, dan jabatan fungsional
dalam jabatan negeri;
l. bersedia bekerja penuh waktu; dan
m. bersedia tidak menduduki jabatan di
pemerintahan dan badan usaha milik negara
(BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD)
selama masa keanggotaan.
Bagian Kelima
Pengangkatan dan Pemberhentian
Paragraf 1
Bawaslu
Pasal 87
(1) KPU membentuk Tim Seleksi calon anggota
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cacat tubuh tidak termasuk kategori
tidak sehat jasmani dan rohani.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Orang yang dipidana penjara
karena alasan politik dikecualikan
dari ketentuan ini.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf I
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Pasal 87
Ayat (1)
1
Bawaslu.
(2) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) membantu KPU untuk menetapkan calon
anggota Bawaslu yang akan diajukan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Tim Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berjumlah 5 (lima) orang yang berasal dari
unsur akademisi, profesional, dan masyarakat
yang memiliki integritas dan tidak menjadi
anggota partai politik dalam kurun waktu 5
(lima) tahun terakhir.
(4) Anggota Tim Seleksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) berpendidikan paling rendah S-1 dan berusia paling rendah 35 (tiga puluh
lima) tahun.
(5) Anggota Tim Seleksi dilarang mencalonkan diri
sebagai calon anggota Bawaslu.
(6) Komposisi Tim Seleksi terdiri atas seorang
ketua merangkap anggota, seorang sekretaris
merangkap anggota, dan anggota.
(7)Pembentukan Tim Seleksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
keputusan KPU dalam waktu paling lama 15
(lima belas) hari kerja terhitung 3 (tiga) bulan
setelah terbentuknya KPU.
Pasal 88
(1) Tim Seleksi melaksanakan tugasnya secara
terbuka dengan melibatkan partisipasi
masyarakat.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Seleksi
dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan
lembaga yang memiliki kompetensi pada
bidang yang diperlukan.
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukupjelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "unsur pro-fesional" adalah unsur organisasi
profesi.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 88
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "melibatkan
partisipasi masyarakat" adalah
memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk menyampaikan
tanggapan dan masukan secara
tertulis terhadap calon anggota
Bawaslu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
1
Ayat (3)
Huruf a
Pengumuman dalam media massa
elektronik mengutamakan Televisi
Republik Indonesia, Radio Republik
Indonesia, dan Lembaga Kantor
Berita Nasional Antara.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
"Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh)
hari kerja"dalam ketentuan ini sudah
termasuk waktu untuk melengkapi
persyaratan administrasi.
Huruf d
Pengumuman dalam media massa
elektronik mengutamakan Televisi
Republik Indonesia, Radio Republik
Indonesia, dan Lembaga Kantor
Berita Nasional Antara.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Dalam pengumuman di media mas-sa
cetak harian nasional dan media
massa elektronik harus dicantumkan
alamat Sekretariat Tim Seleksi serta
permintaan Tim Seleksi kepada ma-syarakat untuk memberikan tang-gapan terhadap bakal calon anggota
Bawaslu dan tanggapan harus diser-tai identitas diri pemberi tanggapan.
Huruf g
Wawancara dalam ketentuan ini
berkaitan dengan materi penye-lenggaraan Pemilu dan mana-jemennya, sistem politik pera-turan perundang-undangan yang
(3) Untuk memilih calon anggota Bawaslu, Tim
Seleksi melakukan tahapan kegiatan:
a. mengumumkan pendaftaran calon anggota
Bawaslu sekurang-kurangnya pada 5 (lima)
media massa cetak harian nasional selama
1 (satu) hari dan 5 (lima) media massa
elektronik nasional selama 3 (tiga) hari
berturut-turut;
b. menerima pendaftaran dalam waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung
sejak pengumuman terakhir;
c. melakukan penelitian administrasi bakal
calon anggota Bawaslu dalam waktu paling
lambat 5 (lima) hari kerja;
d. mengumumkan hasil penelitian admi-nistrasi bakal calon anggota Bawaslu dalam
waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja;
e. melakukan seleksi tertulis dalam waktu
paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung
sejak pengumuman hasil penelitian
sebagaimana dimaksud pada huruf d;
f. mengumumkan daftar nama bakal calon
anggota Bawaslu yang lulus seleksi tertulis
sekurang-kurangnya pada 5 (lima) media
massa cetak harian nasional selama 1 (satu)
hari dan 5 (lima) media massa elektronik
nasional selama 3 (tiga) hari berturut-turut
untuk mendapatkan masukan dan
tanggapan masyarakat dalam waktu paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja;
g. melakukan wawancara dengan bakal calon
anggota Bawaslu, termasuk mengklarifikasi
tanggapan dan masukan masyarakat dalam
waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari
kerja; dan
1
h. menyampaikan 15 (lima belas) nama bakal
calon anggota Bawaslu kepada KPU paling
lambat 2 (dua) hari terhitung sejak Tim
Seleksi memutuskan nama bakal calon.
Pasal 89
(1) KPU menetapkan 15 (lima belas) nama calon
atau 3 (tiga) kali jumlah anggota Bawaslu untuk
selanjutnya diajukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
(2) Penyampaian nama calon yang sudah ditetapkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
berdasarkan abjad disertai salinan berkas
administrasi tiap-tiap bakal calon anggota
Bawaslu paling lambat 5 (lima) hari kerja
terhitung sejak KPU menerima nama bakal calon
anggota Bawaslu dari Tim Seleksi.
Pasal 90
(1) Proses pemilihan anggota Bawaslu di Dewan Per-wakilan Rakyat dilakukan dalam waktu paling la-ma 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak dite-rimanya berkas calon anggota Bawaslu dari KPU.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat memilih dan menyusun
urutan peringkat 15 (lima belas) nama calon
anggota Bawaslu berdasarkan hasil uji
kelayakan dan kepatutan sesuai dengan
mekanisme yang berlaku.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan 5 (lima)
nama peringkat teratas dari 15 (lima belas)
nama calon anggota Bawaslu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sebagai anggota Bawaslu
terpilih.
berkaitan dengan bidang politik,
integritas diri termasuk klarifikasi
atas tanggapan masya-rakat yang
disampaikan dengan identitas
yang jelas.
Huruf h
Penyampaian nama bakal calon
anggota Bawaslu dari Tim Seleksi
kepada KPU disusun berdasarkan
abjad disertai salinan berkas
administrasi tiap-tiap bakal calon
anggota Bawaslu.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penilaian akhir proses seleksi oleh
Dewan Perwakilan Rakyat disusun
dalam urutan peringkat 1 (satu)
sampai dengan peringkat 15 (lima
belas).
1
(4) Dewan Perwakilan Rakyat menyampaikan nama
anggota Bawaslu terpilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) kepada Presiden dalam
waktu paling lambat 2 (dua) hari kerja terhitung
sejak calon anggota Bawaslu ditetapkan.
Pasal 91
(1)Anggota Bawaslu terpilih sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) disampaikan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden
untuk disahkan.
(2) Pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dengan keputusan Presiden
paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung
sejak diterimanya 5 (lima) nama yang
ditetapkan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 92
(1) Untuk mengawasi tahapan penyelenggaraan
Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden,
dibentuk Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/
Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu
Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri yang
bertugas melakukan pengawasan terhadap
tahapan-tahapan penyelenggaraan Pemilu di
wilayah kerja masing-masing.
(2) Untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Provinsi, dibentuk Panwaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, dan Panwaslu Kecamatan
serta Pengawas Pemilu Lapangan yang bertugas
melakukan pengawasan terhadap tahapan-tahapan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah Provinsi di wilayah
kerja masing-masing.
(3) Untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu Kepala
Daerah Kabupaten/Kota, dibentuk Panwaslu
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
1
Kabupaten/Kota dan Panwaslu Kecamatan, serta
Pengawas Pemilu Lapangan yang bertugas
melakukan pengawasan terhadap tahapan-tahapan penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah
Kabupaten/Kota di wilayah kerja masing-masing.
Paragraf 2
Panwaslu Provinsi
Pasal 93
Calon anggota Panwaslu Provinsi diusulkan oleh
KPU Provinsi kepada Bawaslu sebanyak 6 (enam)
orang untuk selanjutnya ditetapkan dengan
keputusan Bawaslu sebanyak 3 (tiga) orang
sebagai anggota Panwaslu Provinsi terpilih setelah
melalui uji kelayakan dan kepatutan.
Paragraf 3
Panwaslu Kabupaten/Kota
Pasal 94
(1) Calon anggota Panwaslu Kabupaten/Kota untuk
Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden, serta Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Provinsi diusulkan oleh
KPU Kabupaten/Kota kepada Panwaslu Provinsi
sebanyak 6 (enam) orang untuk selanjutnya
dipilih sebanyak 3 (tiga) orang sebagai anggota
Panwaslu Kabupaten/Kota setelah melalui uji
kelayakan dan kepatutan dan ditetapkan
dengan keputusan Bawaslu.
(2) Calon anggota Panwaslu Kabupaten/Kota untuk
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kabupaten/Kota diusulkan oleh KPU Kabupaten/
Kota kepada Bawaslu sebanyak 6 (enam) orang
untuk selanjutnya dipilih sebanyak 3 (tiga) orang
sebagai anggota Panwaslu Kabupaten/ Kota
setelah melalui uji kelayakan dan kepatutan dan
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas.
1
ditetapkan dengan keputusan Bawaslu.
Paragraf 4
Panwaslu Kecamatan
Pasal 95
Calon anggota Panwaslu Kecamatan diusulkan oleh
KPU Kabupaten/Kota kepada Panwaslu Kabupaten/
Kota sebanyak 6 (enam) orang untuk selanjutnya
dipilih sebanyak 3 (tiga) orang sebagai anggota
Panwaslu Kecamatan dan ditetapkan dengan
keputusan Panwaslu Kabupaten/Kota.
Paragraf 5
Pengawas Pemilu Lapangan
Pasal 96
Anggota Pengawas Pemilu Lapangan dipilih dan
ditetapkan dengan keputusan Panwaslu
Kecamatan.
Paragraf 6
Pengawas Pemilu Luar Negeri
Pasal 97
(1) Pengawas Pemilu Luar Negeri melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemilu
di luar negeri.
(2) Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk dan
ditetapkan dengan keputusan Bawaslu atas
usul kepala perwakilan Republik Indonesia.
(3) Anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri terdiri
atas masyarakat Indonesia yang berdomisili di
luar negeri.
Paragraf 7
Sumpah/Janji
Pasal 98
(1) Sebelum menjalankan tugas, anggota Bawaslu,
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
1
Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota,
Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu
Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri
mengucapkan sumpah/janji.
(2) Pengambilan sumpah/janji anggota Bawaslu
dilakukan oleh Hakim Agung di kantor KPU.
(3) Pengambilan sumpah/janji anggota Panwaslu
Provinsi dilakukan oleh Bawaslu.
(4) Pengambilan sumpah/janji anggota Panwaslu
Kabupaten/Kota dilakukan oleh Panwaslu
Provinsi, kecuali pada penyelenggaraan Pemilu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Kabupaten/Kota pengambilan sumpah/janji
dilakukan oleh Bawaslu.
(5) Sumpah/janji anggota Bawaslu, Panwaslu
Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu
Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan
Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
Bahwa saya akan memenuhi tugas dan
kewajiban saya sebagai anggota Bawaslu/
Panwaslu Provinsi/Panwaslu Kabupaten/Kota/
Panwaslu Kecamatan/ Pengawas Pemilu
Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri
dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dengan
berpedoman kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan
wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat demi
suksesnya Pemilu Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah/Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden/Pemilu Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah, tegaknya demokrasi dan
keadilan, serta mengutamakan kepentingan
1
Negara Kesatuan Republik Indonesia daripada
kepentingan pribadi atau golongan."
Paragraf 8
Pemberhentian
Pasal 99
(1) Anggota Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan,
Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas
Pemilu Luar Negeri berhenti antarwaktu karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan.
(2) Diberhentikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c apabila:
a. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota
Bawaslu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, dan
Pengawas Pemilu Lapangan;
b. melanggar sumpah/janji jabatan dan
kode etik;
c. tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan atau berhalangan tetap
secara berturut-turut selama 3 (tiga)
bulan;
d. dijatuhi pidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
e. dijatuhi pidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana Pemilu; atau
Pasal 99
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "tidak dapat
melaksanakan tugas secara berke-lanjutan atau berhalangan tetap"
adalah menderita sakit, baik fisik
maupun jiwanya, yang dibuktikan
dengan surat keterangan dokter,
dan atau tidak diketahui kebe-radaannya.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
1
f. tidak menghadiri rapat pleno yang menjadi
tugas dan kewajibannya selama 3 (tiga)
kali berturut-turut tanpa alasan yang jelas.
(3) Pemberhentian anggota yang telah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a. anggota Bawaslu oleh Presiden;
b. anggota Panwaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan,
Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas
Pemilu Luar Negeri oleh Bawaslu.
(4) Penggantian anggota Bawaslu, Panwaslu
Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu
Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan
Pengawas Pemilu Luar Negeri yang berhenti
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan ketentuan:
a. anggota Bawaslu, digantikan oleh calon
anggota Bawaslu urutan peringkat
berikutnya dari hasil pemilihan yang
dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat;
b. anggota Panwaslu Provinsi, digantikan
oleh calon anggota Panwaslu Provinsi
urutan peringkat berikutnya dari hasil
pemilihan yang dilakukan oleh Bawaslu;
c. anggota Panwaslu Kabupaten/Kota,
digantikan oleh calon anggota Panwaslu
Kabupaten/Kota urutan peringkat
berikutnya dari hasil pemilihan yang
dilakukan oleh Panwaslu Provinsi;
d. anggota Panwaslu Kecamatan digantikan
oleh calon anggota Panwaslu Kecamatan
yang telah diusulkan oleh KPU Kabupaten/
Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal
95 dan ditetapkan oleh Panwaslu
Kabupaten/ Kota;
e. anggota Pengawas Pemilu Lapangan dipilih
dan ditetapkan oleh Panwaslu Kecamatan; dan
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
1
f. anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri
dipilih dan ditetapkan oleh Bawaslu atas
usul kepala perwakilan Republik Indonesia.
Pasal 100
(1) Pemberhentian anggota Bawaslu, yang telah
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 99 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf
c, dan huruf f didahului dengan verifikasi oleh
Dewan Kehormatan atas pengaduan masyarakat
dengan identitas yang jelas.
(2) Dalam proses pernberhentian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), anggota Bawaslu,
harus diberi kesempatan untuk membela diri
di hadapan Dewan Kehormatan.
(3)Dalam hal rapat Bawaslu memutuskan
pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan rekomendasi Dewan
Kehormatan, anggota yang bersangkutan
diberhentikan sementara sebagai anggota
Bawaslu sampai dengan diterbitkannya
keputusan pemberhentian.
(4) Tata cara pengaduan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pembelaan sebagaimana dimak-sud pada ayat (2), dan pengambilan keputusan
dalam pembuatan rekomendasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) oleh Dewan Kehormatan
diatur lebih lanjut dengan peraturan Bawaslu
paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak
Bawaslu mengucapkan sumpah/janji.
Pasal 101
(1) Pemberhentian, penonaktifan sementara, dan
pengenaan sanksi administratif kepada
anggota Panwaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan,
Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas
Pemilu Luar Negeri dilakukan oleh Bawaslu.
(2) Tata cara pemberhentian, penonaktifan
Pasal 100
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "keputusan
pemberhentian" adalah keputusan
Presiden untuk memberhentikan
anggota Bawaslu.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
1
sementara, dan pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan peraturan Bawaslu.
Pasal 102
(1) Anggota Bawaslu diberhentikan sementara
karena:
a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak
pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak
pidana Pemilu; atau
c. memenuhi ketentuan sebagaimana dimak-sud pada Pasal 100 ayat (3).
(2) Dalam hal anggota Bawaslu dinyatakan terbukti
bersalah karena melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dan huruf b berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
anggota yang bersangkutan diberhentikan
sebagai anggota Bawaslu.
(3) Dalam hal anggota Bawaslu dinyatakan tidak
terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota
yang bersangkutan harus diaktifkan kembali.
(4) Dalam hal surat keputusan pengaktifan kembali
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
diterbitkan dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari, dengan sendirinya anggota Bawaslu
dinyatakan aktif kembali.
(5) Dalam hal anggota Bawaslu yang dinyatakan tidak
terbukti bersalah sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dan ayat (4), dilakukan rehabilitasi nama
anggota Bawaslu yang bersangkutan.
(6) Pemberhentian sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c paling lama 60
Pasal 102
Ayat (1)
Selama anggota Bawaslu diberhenti-kan sementara segala hak keu-angannya tetap diberikan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
1
(enam puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
(7) Dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana di-maksud pada ayat (8) telah berakhir dan tanpa
pemberhentian tetap, yang bersangkutan dinya-takan dengan Undang-Undang ini akfif kembali.
Pasal 103
Dalam menjalankan tugasnya, Bawaslu, Panwaslu
Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu
Kecamatan dibantu oleh sekretariat.
Bagian Keenam
Pengambilan Keputusan
Pasal 104
(1) Keputusan Bawaslu, Panwaslu Provinsi, dan
Pan-waslu Kabupaten/Kota yang berkaitan
dengan penetapan dan pemberian rekomendasi
masing-masing kepada KPU, KPU Provinsi, dan
KPU Kabupaten/Kota mengenai penonaktifan
semen-tara dan/atau pengenaan sanksi
administratif kepada anggota KPU, KPU
Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota dilakukan
melalui rapat pleno.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui suara terbanyak.
Bagian Ketujuh
Pertanggungjawaban dan Pelaporan
Pasal 105
(1) Dalam menjalankan tugasnya, Bawaslu:
a. dalam hal keuangan bertanggung jawab
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
b. dalam hal pengawasan seluruh tahapan
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
1
penyelenggaraan Pemilu dan tugas lainnya
memberikan laporan pengawasan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
(2) Laporan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b disampaikan secara
periodik untuk setiap tahapan penyelenggaraan
Pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Laporan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditembuskan kepada KPU.
Pasal 106
(1) Dalam menjalankan tugasnya, Panwaslu
Provinsi bertanggung jawab kepada Bawaslu.
(2) Panwaslu Provinsi menyampaikan laporan
kinerja dan pengawasan penyelenggaraan
Pemilu secara periodik kepada Bawaslu.
(3) Panwaslu Provinsi menyampaikan laporan ke-giatan pengawasan setiap tahapan penye-lenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah Provinsi kepada gubernur dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.
PasaI 107
(1) Dalam menjalankan tugasnya, Panwaslu Kabu-paten/Kota bertanggung jawab kepada
Bawaslu.
(2) Panwaslu Kabupaten/Kota menyampaikan la-poran kinerja dan pengawasan penyeleng-garaan Pemilu secara periodik kepada
Bawaslu.
(3) Panwaslu Kabupaten/Kota menyampaikan
laporan kegiatan pengawasan setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilu Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota kepada
bupati/walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
1
Bagian Kedelapan
Kesekretariatan
PasaI 108
(1) Sekretariat Bawaslu dipimpin oleh kepala se-kretariat yang berasal dari pegawai negeri
sipil yang memenuhi persyaratan.
(2) Kepala Sekretariat Bawaslu adalah jabatan
struktural eselon II.
(3) Kepala Sekretariat Bawaslu bertanggung jawab
kepada Bawaslu.
(4) Kepala Sekretariat Bawaslu diangkat dan
diberhentikan dengan keputusan Menteri
Dalam Negeri atas usul Bawaslu.
(5) Calon kepala Sekretariat Bawaslu diusulkan
oleh Bawaslu sebanyak 3 (tiga) orang calon
kepada Menteri Dalam Negeri untuk dipilih dan
ditetapkan 1 (satu) orang oleh Menteri Dalam
Negeri sebagai Kepala Sekretariat Bawaslu.
(6) Pegawai Sekretariat Bawaslu berasal dari
pegawai negeri sipil dan tenaga profesional
yang diperlukan.
(7) Pola organisasi dan tata kerja Sekretariat
Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Presiden
berdasarkan usulan Bawaslu.
Pasal 109
(1) Sekretariat Panwaslu Provinsi atau Panwaslu
Kabupaten/Kota masing-masing dipimpin oleh
kepala sekretariat yang berasal dari pegawai
negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
(2) Kepala sekretariat Panwaslu Provinsi bertang-gung jawab kepada Panwaslu Provinsi dan kepala
sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota bertang-gung jawab kepada Panwaslu Kabupaten/Kota.
Pasal 108
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Tenaga profesional lain yang direkrut
sesuai dengan keahlian yang dibu
tuhkan melalui sistem kontrak.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 109
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
1
(3) Kepala sekretariat dan pegawai sekretariat
Panwaslu Provinsi diangkat dan diberhentikan
oleh gubernur atas usul Panwaslu Provinsi.
(4) Kepala sekretariat dan pegawai sekretariat Pan-waslu Kabupaten/Kota dan Panwaslu Kecamatan
diangkat dan diberhentikan oleh bupati/
walikota atas usul Panwaslu Kabupaten/Kota.
(5)Jumlah pegawai sekretariat Panwaslu
Provinsi/ Kabupaten/Kota/Kecamatan
masing-masing paling banyak 5 (lima) orang.
(6) Pegawai sekretariat Panwaslu Provinsi/Kabu-paten/Kota/Kecamatan berasal dari pegawai ne-geri sipil dan tenaga profesional yang diperlukan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peng-usulan pengangkatan dan pemberhentian kepala
sekretariat dan pegawai sekretariat Panwaslu dan
tata kerja sekretariat Panwaslu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) diatur dengan peraturan Bawaslu dengan
berpedoman pada Peraturan Presiden.
BAB V
KODE ETIK DAN DEWAN KEHORMATAN
Bagian Pertama
Kode Etik
Pasal 110
(1) KPU dan Bawaslu secara bersama-sama menyu-sun dan menyetujui satu kode etik untuk
menjaga kemandirian, integritas, dan
kredibilitas anggota KPU, anggota KPU
Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota, PPK,
PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN serta Bawaslu,
Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota,
Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu
Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Tenaga profesional lain yang direkrut
sesuai dengan keahlian yang
dibutuhkan melalui sistem kontrak.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 110
Ayat (1)
Cukup jelas.
1
(2) Dalam hal penyusunan kode etik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) KPU dan Bawaslu dapat
mengikutsertakan pihak lain.
(3) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh
anggota KPU, anggota KPU Provinsi, anggota
KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN,
dan KPPSLN serta Bawaslu, Panwaslu Provinsi,
Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Keca-matan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan
Pengawas Pemilu Luar Negeri.
(4) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan
KPU paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung
sejak Bawaslu terbentuk.
Bagian Kedua
Dewan Kehormatan
Pasal 111
(1)Untuk memeriksa pengaduan dan/atau
laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik
yang dila-kukan oleh anggota KPU dan anggota
KPU Provinsi, dibentuk Dewan Kehormatan KPU
yang bersifat ad hoc.
(2)Pembentukan Dewan Kehormatan KPU
sebagai-mana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan keputusan KPU.
(3) Dewan Kehormatan KPU sebagaimana dimak-sud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang
yang terdiri atas 3 (tiga) orang anggota KPU
dan 2 (dua) orang dari luar anggota KPU.
(4) Dewan Kehormatan KPU terdiri atas seorang
ketua merangkap anggota dan anggota.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "pihak lain"
dalam ketentuan ini adalah pihak
yang mempunyai kompetensi untuk
menyusun kode etik.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 111
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "3 (tiga)
orang anggota KPU" adalah anggota
KPU yang tidak diadukan melanggar
kode etik. Yang dimaksud dengan
"2(dua) orang dari luar anggota
KPU" adalah tokoh masyarakat atau
akademisi yang memiliki integritas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
1
(5) Ketua Dewan Kehormatan KPU dipilih dari dan
oleh anggota Dewan Kehormatan.
(6) Ketua Dewan Kehormatan KPU tidak boleh
dirangkap oleh Ketua KPU.
(7) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Dewan Kehormatan
KPU menetapkan rekomendasi.
(8) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) bersifat mengikat.
(9) KPU wajib melaksanakan rekomendasi Dewan
kehorrmatan KPU.
Pasal 112
(1) Untuk memeriksa pengaduan dan/atau laporan
adanya dugaan pelanggaran kode etik yang
dilakukan oleh anggota KPU Kabupaten/Kota,
dibentuk Dewan Kehormatan KPU Provinsi yang
bersifat ad hoc.
(2) Pembentukan Dewan Kehormatan KPU Provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
lebih lanjut dengan keputusan KPU Provinsi.
(3) Dewan Kehormatan KPU Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berjumlah 3 (tiga)
orang yang terdiri atas 2 (dua) orang anggota
KPU Provinsi dan 1 (satu) orang dari luar
anggota KPU Provinsi.
(4) Dewan Kehormatan KPU Provinsi terdiri atas
seorang ketua merangkap anggota dan anggota.
(5) Ketua Dewan Kehormatan KPU Provinsi dipilih
dari dan oleh anggota Dewan Kehormatan KPU
Provinsi.
(6)Ketua Dewan Kehormatan tidak boleh
dirangkap oleh Ketua KPU Provinsi.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 112
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "2 (dua)
orang anggota KPU Provinsi" adalah
anggota KPU Provinsi yang tidak
diadukan dan/ atau dilaporkan
melanggar kode etik. Yang dimaksud
dengan "1 (satu) orang dari luar
anggota KPU Provinsi" adalah tokoh
masyarakat atau akademisi yang
memiliki integritas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
1
(7) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Dewan Kehormatan
KPU Provinsi menetapkan rekomendasi.
(8) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) bersifat mengikat.
(9) KPU Provinsi wajib melaksanakan rekomendasi
Dewan Kehormatan KPU Provinsi.
Pasal 113
(1) Untuk memeriksa pengaduan dan/atau laporan
adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan
oleh anggota Bawaslu, dibentuk Dewan
Kehormatan Bawaslu yang bersifat ad hoc.
(2) Pembentukan Dewan Kehormatan Bawaslu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
lebih lanjut dengan keputusan Bawaslu.
(3) Dewan Kehormatan Bawaslu sebagaimana di
maksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima)
orang yang terdiri atas 1 (satu) orang anggota
dari KPU, 2 (dua) orang anggota dari Bawaslu,
dan 2 (dua) orang dari luar anggota KPU dan
Bawaslu.
(4) Dewan Kehormatan Bawaslu terdiri atas seorang
ketua merangkap anggota dan anggota.
(5) Ketua Dewan Kehormatan Bawaslu dipilih dari
dan oleh anggota Dewan Kehormatan Bawaslu.
(6) Ketua Dewan Kehormatan Bawaslu tidak boleh
dirangkap oleh Ketua Bawaslu.
(7) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Dewan Kehormatan
Bawaslu menetapkan rekomendasi.
(8) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (7) bersifat mengikat.
(9) Bawaslu wajib melaksanakan rekomendasi
Dewan Kehormatan Bawaslu.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 113
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "2 (dua) orang
anggota Bawaslu"adalah anggota
Bawaslu yang tidak diadukan/
dilaporkan melanggar kode etik. Yang
dimaksud dengan "2 (dua) orang dari
luar anggota KPU dan Bawaslu" adalah
tokoh masyarakat atau akademisi
yang memiliki integritas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
1
BAB VI
KEUANGAN
Pasal 114
(1) Anggaran belanja KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, Bawaslu, Sekretariat
Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan
sekretariat KPU Kabupaten/Kota serta
Sekretariat Bawaslu bersumber dari APBN.
(2) Pendanaan penyelenggaraan Pemilu Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
wajib dianggarkan dalam APBN.
(3) Sekretaris Jenderal KPU mengoordinasikan pen-danaan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) yang dilaksanakan oleh
KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK,
PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN.
(4) Kepala Sekretariat Bawaslu mengoordinasikan
anggaran belanja Bawaslu, Panwaslu Provinsi,
Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu
Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan
Pengawas Pemilu Luar Negeri.
(5) Pendanaan penyelenggaraan Pemilu Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah wajib
dianggarkan dalam APBD.
Pasal 114
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pendanaan penyelenggaraan Pemilu
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
serta Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden yang diajukan oleh KPU,
KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota,
PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN
yang dikoordinasikan oleh Sekre-taris Jenderal KPU termasuk
anggaran kesekretariatan.
Ayat (4)
Pendanaan penyelenggaraan Pemilu
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
serta Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden yang diajukan oleh Bawas-lu, Panwaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Keca-matan, Pengawas Pemilu Lapangan,
dan Pengawas Pemilu Luar Negeri
yang dikoordinasikan oleh Kepala
Sekretariat Bawaslu termasuk ang-garan kesekretariatan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
1
Pasal 115
Anggaran penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden yang telah ditetapkan dalam
Undang-undang tentang APBN, serta Pemilu
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang telah
ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD
wajib dicairkan sesuai dengan tahapan
penyelenggaraan Pemilu.
Pasal 116
Kedudukan keuangan anggota KPU, Bawaslu, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, diatur dalam
Peraturan Presiden.
Bab VII
PERATURAN DAN KEPUTUSAN
PENYELENGGARA PEMILU
Pasal 117
(1)Untuk penyelenggaraan Pemilu, KPU
membentuk peraturan KPU dan keputusan KPU.
(2) Peraturan KPU sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan.
(3) Untuk penyelenggaraan Pemilu, KPU Provinsi
dan KPU Kabupaten/Kota membentuk
keputusan dengan mengacu kepada pedoman
yang ditetapkan oleh KPU.
Pasal 118
(1) Untuk pelaksanaan pengawasan Pemilu,
Bawaslu membentuk peraturan Bawaslu dan
keputusan Bawaslu.
(2) Peraturan Bawaslu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan pelaksanaan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 115
Pencairan anggaran yang dimaksud
dalam ketentuan ini mengikuti
persyaratan yang dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan
bidang keuangan negara.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
1
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 119
Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku juga
bagi penyelenggara Pemilu di provinsi yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa sepanjang
tidak diatur lain dalam undang-undang tersendiri.
Pasal 120
Pembentukan Tim Seleksi untuk memilih calon
anggota KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota di
daerah otonom baru yang DPRD-nya belum terbentuk
diatur lebih lanjut dengan peraturan KPU.
Pasal 121
Untuk melaksanakan tugas, wewenang, dan kewa-jibannya, KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/
Kota dapat bekerja sama dengan Pemerintah dan
pemerintah daerah serta memperoleh bantuan dan
fasilitas, baik dari Pemerintah maupun dari peme-rintah daerah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 122
(1) Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan KPU
tidak dapat melaksanakan tahapan penyeleng-garaan Pemilu sesuai dengan ketentuan undang-undang, tahapan penyelenggaraan Pemilu untuk
sementara dilaksanakan oleh Sekretaris
Jenderal KPU.
(2) Dalam hal KPU tidak dapat menjalankan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling
lambat 30 (tiga puluh) hari Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat mengambil langkah agar
KPU dapat melaksanakan tugasnya kembali.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
1
(3) Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan
KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota tidak
dapat menjalankan tugasnya, tahapan
penyeleng-garaan Pemilu untuk sementara
dilaksanakan oleh KPU setingkat di atasnya.
Pasal 123
(1) Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan
Bawaslu tidak dapat menjalankan tugasnya
sesuai dengan ketentuan undang-undang,
pengawasan tahapan penyelenggaraan Pemilu
untuk sementara dilaksanakan oleh Kepala
Sekretariat Bawaslu.
(2) Dalam hal Bawaslu tidak dapat menjalankan
tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
paling lambat 30 (tiga puluh) hari Presiden dan
Dewan Perwakilan Rakyat segera mengambil
langkah agar Bawaslu dapat melaksanakan
tugasnya kembali.
(3) Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan
Panwaslu Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/
Kota tidak dapat menjalankan tugasnya,
tahapan pengawasan penyelenggaraan Pemilu
untuk sementara dilaksanakan oleh Bawaslu
atau Panwaslu setingkat di atasnya.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 124
(1) Masa kerja anggota KPU yang diperpanjang
berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2006 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
1
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah berakhir sejak saat pengucapan
sumpah/janji anggota KPU yang baru
berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Anggota KPU yang masa kerjanya diperpanjang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjalankan tugas, wewenang, dan kewajiban
KPU sesuai dengan Undang-Undang ini.
(3) Pada saat Undang-Undang ini diundangkan,
segala kewajiban dengan pihak lain yang
belum selesai dilaksanakan oleh KPU tetap
berlangsung dan dinyatakan tetap berlaku
menurut Undang-Undang ini.
(4) Untuk pertama kali, pembentukan Tim Seleksi
anggota KPU menurut Undang-Undang ini harus
sudah dibentuk paling lambat 2 (dua) bulan
setelah Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 125
(1) Keanggotaan KPU Provinsi berdasarkan Undang-Undang ini ditetapkan setelah berakhir masa
keanggotaan KPU Provinsi sebagaimana
dimaksud Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta
KPUD Provinsi sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
(2) Dalam hal anggota KPUD Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berakhir masa tugasnya
pada saat berlangsungnya penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah, pengisian keanggotaan KPU Provinsi
berdasarkan Undang-Undang ini ditunda.
(3)Anggota KPUD Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tetap menjalankan
tugas sampai dengan pengisian keanggotaan
KPU Provinsi berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 125
Cukup jelas.
1
(4)Pengisian keanggotaan KPU Provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
lambat 4 (empat) bulan sejak pelantikan kepala
daerah dan wakil kepala daerah terpilih.
Pasal 126
(1) Keanggotaan KPU Kabupaten/Kota berdasarkan
Undang-Undang ini ditetapkan setelah berakhir
masa keanggotaan KPU Kabupaten/ Kota
sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah serta KPUD Kabupaten/ Kota
sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
(2) Dalam hal anggota KPUD Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir
masa tugasnya pada saat berlangsungnya
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah, pengisian keanggotaan
KPU Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang ini ditunda.
(3) Anggota KPUD Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tetap menjalankan tugas
sampai dengan pengisian keanggotaan KPU
Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang ini.
(4) Pengisian keanggotaan KPU Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
lambat 4 (empat) bulan sejak pelantikan kepala
daerah dan wakil kepala daerah terpilih.
Pasal 127
Dalam hal penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah sedang
berlangsung pada saat Undang-Undang ini
diundangkan, KPUD Provinsi dan KPUD
Kabupaten/Kota berpedoman kepada ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
1
tentang tata cara pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah yang berlaku sebelum
Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 128
Struktur organisasi dan tata kerja sekretariat
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini
paling lambat 3 (tiga) bulan sejak pengisian
keanggotaan KPU, KPU Provinsi, atau KPU
Kabupaten/Kota.
Pasal 129
(1) Keanggotaan Bawaslu harus sudah terisi paling
lambat 5 (lima) bulan setelah pengisian
keanggotaan KPU berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Dalam hal penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah provinsi dan
kabupaten/kota sedang berlangsung pada saat
Undang-Undang ini diundangkan, panitia
pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah tetap melaksanakan tugasnya.
(3) Dalam hal penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah yang akan
berlangsung sebelum terbentuknya Bawaslu
berdasarkan Undang-Undang ini, pembentukan
pengawas pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah berpedoman kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebelum
Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 130
Pada saat Undang-Undang ini diundangkan, semua
peraturan pelaksanaan yang mengatur penyeleng-gara Pemilu dan kode etik penyelenggara Pemilu
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan dan belum diganti
berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
1
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 131
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2006 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4631) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 132
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,
ketentuan-ketentuan dalam:
a. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4277);
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
(Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 93,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4311); dan
c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4437);
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
1
yang mengatur lembaga penyelenggara dan
pengawas Pemilu sepanjang telah diatur dalam
Undang-Undang ini dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 133
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, meme-rintahkan pengundangan Undang-Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 19 April 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 April 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
HAMID AWALUDIN
Pasal 133
Cukup jelas.
1
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2007 NOMOR 59
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Menteri Sekretaris Negara
Bidang Perundang-undangan
ttd.
Muhammad Sapta Murti
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4721
1
PARTAI POLITIK
UNDANG-UNDANG NO. 2
TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2008
TENTANG
PARTAI POLITIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul serta
mengeluarkan pikiran dan pendapat merupakan hak asasi
manusia yang diakui dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa untuk memperkukuh kemerdekaan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat merupakan bagian
dari upaya untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang kuat
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur, serta demokratis dan
berdasarkan hukum;
c. bahwa kaidah demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan
rakyat, aspirasi, keterbukaan, keadiIan, tanggung jawab,
dan perlakuan yang tidak diskriminatif dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia perlu diberi landasan hukum;
d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik
masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi
untuk menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung
jawab;
e. bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai
Politik perlu diperbarui sesuai dengan tuntutan dan dinamika
perkembangan masyarakat;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai-mana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu
membentuk Undang-Undang tentang Partai Politik.
1
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 6A ayat (2), Pasal 20, Pasal 22E ayat (3),
Pasal 24C ayat (1), Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28J
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh
sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik
anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Anggaran Dasar Partai Politik, selanjutnya disingkat AD, adalah peraturan dasar
Partai Politik.
3. Anggaran Rumah Tangga Partai Politik, selanjutnya disingkat ART, adalah peraturan
yang dibentuk sebagai penjabaran AD.
4. Pendidikan Politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak,
kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
5. Keuangan Partai Politik adalah semua hak dan kewajiban Partai Politik yang dapat
dinilai dengan uang, berupa uang, atau barang serta segala bentuk kekayaan
yang dimiliki dan menjadi tanggung jawab Partai Politik.
6. Menteri adalah Menteri yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia.
1
7. Departemen adalah Departemen yang membidangi urusan hukum dan hak asasi
manusia.
BAB II
PEMBENTUKAN PARTAI POLITIK
Pasal 2
(1) Partai Politik didirikan dan dibentuk olah paling sedikit 50 (lima puluh) orang
warga negara Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun dengan
akta notaris.
(2) Pendirian dan pembentukan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyertakan 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan.
(3) Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat AD dan ART
serta kepengurusan Partai Politik tingkat pusat.
(4) AD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat paling sedikit :
a. asas dan ciri Partai Politik;
b. visi dan misi Partai Politik;
c. nama, lambang dan tanda gambar Partai Politik;
d. tujuan dan fungsi Partai Politik;
e. organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan keputusan;
f. kepengurusan Partai Politik;
g. peraturan dan keputusan Partai Politik;
h. pendidikan politik; dan
i. keuangan Partai Politik.
(5) Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disusun dengan menyertakan paling rendah 30% (tiga puluh perseratus)
keterwakilan perempuan.
Pasal 3
(1) Partai Politik harus didaftarkan ke Departemen untuk menjadi badan hukum.
(2) Untuk menjadi badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Partai Politik
harus mempunyai :
1
a. akta notaris pendirian Partai Politik;
b. nama, lambang, atau tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda gambar
yang telah dipakai secara sah oleh Partai Politik lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
c. kantor tetap;
d. kepengurusan paling sedikit 60% (enam puluh perseratus) dari jumlah
provinsi, 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap
provinsi yang bersangkutan, dan 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah
kecamatan pada setiap kabupaten/kota pada daerah yang bersangkutan;
dan
e. memiliki rekening atas nama Partai Politik.
Pasal 4
(1) Departemen menerima pendaftaran dan melakukan penelitian dan/ atau verifikasi
kelengkapan dan kebenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3
ayat (2).
(2) Penelitian dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak diterimanya dokumen persyaratan
secara lengkap.
(3) Pengesahan Partai Politik menjadi badan hukum dilakukan dengan Keputusan
Menteri paling lama 15 (lima belas) hari sejak berakhirnya proses penelitian
dan/atau verifikasi.
(4) Keputusan Menteri mengenai pengesahan Partai Politik sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
BAB III
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PARTAI POLITIK
Pasal 5
(1) Perubahan AD dan ART harus didaftarkan ke Departemen paling lama 14 (empat
belas) hari terhitung sejak terjadinya perubahan tersebut.
(2) Pendaftaran perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyertakan akta
notaris mengenai perubahan AD dan ART.
1
Pasal 6
Perubahan yang tidak menyangkut hal pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (4) diberitahukan kepada Menteri tanpa menyertakan akta notaris.
Pasal 7
(1) Menteri mengesahkan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 paling
lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya dokumen persyaratan
secara lengkap.
(2) Pengesahan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Menteri.
(3) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Pasal 8
Dalam hal terjadi perselisihan Partal Politik, pengesahan perubahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) tidak dapat dilakukan oleh Menteri.
BAB IV
ASAS DAN CIRI
Pasal 9
(1) Asas Partai Politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Partai Politik dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak
dan cita-cita Partai Politik yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3) Asas dan ciri Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
merupakan penjabaran dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
BAB V
TUJUAN DAN FUNGSI
Pasal 10
(1) Tujuan umum Partai Politik adalah :
a. mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
1
55
b. menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan
menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia; dan
d. mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
(2) Tujuan khusus Partai Politik adalah :
a. meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka
penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan;
b. memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara; dan
c. membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
(3) Tujuan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diwujudkan
secara konstitusional.
Pasal 11
(1) Partai Politik berfungsi sebagai sarana :
a. pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga
negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
b. penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
untuk kesejahteraan masyarakat;
c. penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam
merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;
d. partisipasi politik warga negara Indonesia; dan
e. rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme
demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
(2) Fungsi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan secara
konstitusional.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 12
Partai Politik berhak :
1
56
a. memperoleh perlakuan yang sama, sederajat, dan adil dari negara;
b. mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri;
c. memperoleh hak cipta atas nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
d. lkut serta dalam pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, serta kepala daerah
dan wakil kepala daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
e. membentuk fraksi di tingkat Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah kabupaten/kota sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
f. mengajukan calon untuk mengisi keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
g. mengusulkan pergantian antarwaktu anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
h. mengusulkan pemberhentian anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
i. mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, calon gubernur dan
wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta calon walikota dan wakil
walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
j. membentuk dan memiliki organisasi sayap Partai Politik; dan
k. memperoleh bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
Partai Politik berkewajiban :
a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan peraturan perundang-undangan;
b. memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. berpartisipasi dalam pembangunan nasional;
d. menjunjung tinggi supremasi hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia;
1
57
e. melakukan pendidikan politik dan menyalurkan aspirasi politik anggotanya;
f. menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum;
g. melakukan pendaftaran dan memelihara ketertiban data anggota;
h. membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan jumlah sumbangan
yang diterima, serta terbuka kepada masyarakat;
i. menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran
keuangan yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah secara berkala 1 (satu)
tahun sekali kepada Pemerintah setelah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan;
j. memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum; dan
k. menyosialisasikan program Partai Politik kepada masyarakat.
BAB VII
KEANGGOTAAN DAN KEDAULATAN ANGGOTA
Pasal 14
(1) Warga negara Indonesia dapat menjadi anggota Partai Politik apabila telah
berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin.
(2) Keanggotaan Partai Politik bersifat sukarela, terbuka, dan tidak diskriminatif
bagi warga negara Indonesia yang menyetujui AD dan ART.
Pasal 15
(1) Kedaulatan Partai Politik berada di tangan anggota yang dilaksanakan menurut
AD dan ART.
(2) Anggota Partai Politik mempunyai hak dalam menentukan kebijakan serta hak
memilih dan dipilih.
(3) Anggota Partai Politik wajib mematuhi dan melaksanakan AD dan ART serta
berpartisipasi dalam kegiatan Partai Politik.
Pasal 16
(1) Anggota Partai Politik diberhentikan keanggotaannya dari Partai Politik apabila :
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri secara tertulis;
1
58
c. menjadi anggota Partai Politik lain; atau
d. melanggar AD dan ART.
(2) Tata cara pemberhentian keanggotaan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam peraturan Partai Politik.
(3). Dalam hal anggota Partai Politik yang diberhentikan adalah anggota lembaga
perwakilan rakyat, pemberhentian dari keanggotaan Partai Politik diikuti dengan
pemberhentian dari keanggotaan di lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
ORGANISASI DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 17
(1) Organisasi Partai Politik terdiri atas :
a. organisasi tingkat pusat;
b. organisasi tingkat provinsi; dan
c. organisasi tingkat kabupaten/kota.
(2) Organisasi Partai Politik dapat dibentuk sampai tingkat kelurahan/ desa atau
sebutan lain.
(3) Organisasi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai
hubungan kerja yang bersifat hierarkis.
Pasal 18
(1) Organisasi Partai Politik tingkat pusat berkedudukan di ibu kota negara.
(2) Organisasi Partai Politik tingkat provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.
(3) Organisasi Partai Politik tingkat kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota
kabupaten/kota.
BAB IX
KEPENGURUSAN
Pasal 19
(1) Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat berkedudukan di ibu kota negara.
1
59
(2) Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi.
(3) Kepengurusan Partai Politik tingkat kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota
kabupaten/kota.
(4) Dalam hal kepengurusan Partai Politik dibentuk sampai tingkat kelurahan/desa
atau sebutan lain, kedudukan kepengurusannya disesuaikan dengan wilayah yang
bersangkutan.
Pasal 20
Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3) disusun dengan memperhatikan
keterwakilan perempuan paling rendah 30% (tiga puluh perseratus) yang diatur dalam
AD dan ART Partai Politik masing-masing.
Pasal 21
Kepengurusan Partai Politik dapat membentuk badan/lembaga yang bertugas untuk
menjaga kehormatan dan martabat Partai Politik beserta anggotanya.
Pasal 22
Kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dipilih secara demokratis melalui
musyawarah sesuai dengan AD dan ART.
Pasal 23
(1) Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan
AD dan ART.
(2) Susunan kepengurusan hasil pergantian kepengurusan Partai Politik tingkat pusat
didaftarkan ke Departemen paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
terjadinya pergantian kepengurusan.
(3) Susunan kepengurusan baru Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Keputusan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak
diterimanya persyaratan.
Pasal 24
Dalam hal terjadi perselisihan kepengurusan Partai Politik hasil forum tertinggi
pengambilan keputusan Partai Politik, pengesahan perubahan kepengurusan belum
dapat dilakukan oleh Menteri sampai perselisihan terselesaikan.
1
60
Pasal 25
Perselisihan kepengurusan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 terjadi
apabila pergantian kepengurusan Partai Politik yang bersangkutan ditolak oleh paling
rendah 2/3 (dua pertiga) dari jumlah peserta forum tertinggi pengambilan keputusan
Partai Politik.
Pasal 26
(1) Anggota Partai Politik yang berhenti atau yang diberhentikan dari kepengurusan
dan/atau keanggotaan Partai Politiknya tidak dapat membentuk kepengurusan
dan/atau Partai Politik yang sama.
(2) Dalam hal dibentuk kepengurusan dan/atau Partai Politik yang sama. sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), keberadaannya tidak diakui oleh Undang-Undang ini.
BAB X
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 27
Pengambilan keputusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan secara demokratis.
Pasal 28
Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sesuai dengan AD dan
ART Partai Politik.
BAB XI
REKRUTMEN POLITIK
Pasal 29
(1) Partai Politik melakukan rekrutmen terhadap warga negara Indonesia untuk
menjadi :
a. anggota Partai Politik;
b. bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah;
c. bakal calon Presiden dan Wakil Presiden; dan
d. bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
(2) Rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara demokratis
1
61
dan terbuka sesuai dengan AD dan ART serta peraturan perundang-undangan.
(3) Penetapan atas rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan dengan keputusan pengurus Partai Politik sesuai dengan AD dan ART.
BAB XII
PERATURAN DAN KEPUTUSAN PARTAI POLITIK
Pasal 30
Partai Politik berwenang membentuk dan menetapkan peraturan dan/atau keputusan
Partai Politik berdasarkan AD dan ART serta tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
BAB XIII
PENDIDIKAN POLITIK
Pasal 31
(1) Partai Politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai dengan ruang
lingkup tanggung jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan
gender dengan tujuan antara lain :
a. meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
b. meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan
c. meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa
dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.
(2) Pendidikan politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk
membangun etika dan budaya politik sesuai dengan Pancasila.
BAB XIV
PENYELESAIAN PERSELISIHAN PARTAI POLITIK
Pasal 32
(1) Perselisihan Partai Politik diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat.
(2) Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
tercapai, penyelesaian perselisihan Partai Politik ditempuh melalui pengadilan
atau di luar pengadilan.
1
62
(3) Penyelesalan perselisihan di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat dilakukan melalui rekonsiliasi, mediasi, atau arbitrase Partai Politik
yang mekanismenya diatur dalam AD dan ART.
Pasal 33
(1) Perkara Partai Politik berkenaan dengan ketentuan Undang-Undang ini diajukan
melalui pengadilan negeri.
(2) Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan
hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.
(3) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan oleh pengadilan negeri
paling lama 60 (enam puluh) hari sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan
pengadilan negeri dan oleh Mahkamah Agung paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak memori kasasi terdaftar di kepaniteraan Mahkamah Agung.
BAB XV
KEUANGAN
Pasal 34
(1) Keuangan Partai Politik bersumber dari :
a. iuran anggota;
b. sumbangan yang sah menurut hukum; dan
c. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat berupa uang,
barang, dan/atau jasa.
(3) Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
diberikan secara proporsional kepada Partai Politik yang mendapatkan kursi di
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota yang penghitungannya berdasarkan
jumlah perolehan suara.
(4) Bantuan keuangan kepada Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 35
(1) Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b yang diterima
Partai Politik berasal dari :
1
63
a. perseorangan anggota Partai Politik yang pelaksanaannya diatur dalam AD
dan ART,
b. perseorangan bukan anggota Partai Politik, paling banyak senilai Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) per orang dalam waktu 1 (satu) tahun
anggaran; dan
c. perusahaan dan/atau badan usaha, paling banyak senilai Rp. 4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah) per perusahaan dan/ atau badan usaha dalam waktu 1
(satu) tahun anggaran.
(2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada prinsip
kejujuran, sukarela, keadilan, terbuka, tanggung jawab, serta kedaulatan dan
kemandirian Partai Politik.
Pasal 36
(1) Sumber keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 merupakan pendapatan
yang dapat digunakan untuk pengeluaran dalam pelaksanaan program, mencakup
pendidikan politik, dan operasional sekretariat Partai Politik.
(2) Penerimaan dan pengeluaran keuangan Partai Politik dikelola melalui rekening
kas umum Partai Politik.
(3) Pengurus Partai Politik di setiap tingkatan melakukan pencatatan atas semua
penerimaan dan pengeluaran keuangan Partai Politik.
Pasal 37
Pengurus Partai Politik di setiap tingkatan organisasi menyusun laporan
pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan setelah tahun anggaran
berkenaan berakhir.
Pasal 38
Hasil pemeriksaan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran
keuangan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 terbuka untuk diketahui
masyarakat.
Pasal 39
Pengelolaan keuangan Partai Politik diatur lebih lanjut dalam AD dan ART.
BAB XVI
LARANGAN
Pasal 40
(1) Partai Politik dilarang menggunakan nama, lambang, atau tanda gambar yang
sama dengan :
1
a. bendera atau lambang negara Republik Indonesia;
b. lambang lembaga negara atau lambang Pemerintah;
c. nama, bendera, lambang negara lain atau lembaga/badan internasional;
d. nama, bendera, simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang;
e. nama atau gambar seseorang; atau
f. yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan-nya dengan
nama, lambang, atau tanda gambar Partai Politik lain.
(2) Partal Politik dilarang :
a. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan; atau
b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan dan keselamatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
(3) Partai Politik dilarang :
a. menerima dari atau memberikan kepada pihak asing sumbangan dalam bentuk
apa pun yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
b. menerima sumbangan berupa uang, barang, ataupun jasa dari pihak mana
pun tanpa mencantumkan identitas yang jelas;
c. menerima sumbangan dari perseorangan dan/atau perusahaan/ badan usaha
melebihi batas yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
d. meminta atau menerima dana dari badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah, dan badan usaha milik desa atau dengan sebutan lainnya; atau
e. menggunakan fraksi di Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah kabupaten/kota sebagai sumber pendanaan Partai Politik.
(4) Partai Politik dilarang mendirikan badan usaha dan/atau memiliki saham suatu
badan usaha.
(5) Partai Politik dilarang menganut dan mengembangkan serta menyebarkan ajaran
atau paham komunisme/Marxisme-Leninisme.
BAB XVII
PEMBUBARAN DAN PENGGABUNGAN PARTAI POLITIK
Pasal 41
Partai Politik bubar apabila :
1
a. membubarkan diri atas keputusan sendiri,
b. menggabungkan diri dengan Partai Politik lain; atau
c. dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Pasal 42
Pembubaran Partai Politik atas keputusan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41 huruf a dilakukan berdasarkan AD dan ART.
Pasal 43
(1) Penggabungan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf b dapat
dilakukan dengan cara :
a. menggabungkan diri membentuk Partai Politik baru dengan nama, lambang,
dan tanda gambar baru; atau
b. menggabungkan diri dengan menggunakan nama, lambang, dan tanda gambar
salah satu Partai Politik.
(2) Partai Politik baru hasil penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
(3) Partai Politik yang menerima penggabungan Partai Politik lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak diwajibkan untuk memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Pasal 44
(1) Pembubaran Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 diberitahukan
kepada Menteri.
(2) Menteri mencabut status badan hukum Partai Politik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Pasal 45
Pembubaran Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 diumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia oleh Departemen.
BAB XVIII
PENGAWASAN
Pasal 46
Pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang ini dilakukan oleh lembaga negara
yang berwenang secara fungsional sesuai dengan undang-undang.
1
BAB XIX
SANKSI
Pasal 47
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3,
Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 40 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa
penolakan pendaftaran Partai Politik sebagai badan hukum oleh Departemen.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf h
dikenai sanksi administratif berupa teguran oleh Pemerintah.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf i
dikenai sanksi administratif berupa penghentian bantuan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sampai laporan
diterima oleh Pemerintah dalam tahun anggaran berkenaan.
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf j
dikenai sanksi administratif berupa teguran oleh Komisi Pemilihan Umum.
(5) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3)
huruf e dikenai sanksi administratif yang ditetapkan oleh badan/lembaga yang
bertugas untuk menjaga kehormatan dan martabat Partai Politik beserta
anggotanya.
Pasal 48
(1) Partai politik yang telah memiliki badan hukum melanggar ketentuan Pasal 40
ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan kepengurusan oleh
pengadilan negeri.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2)
dikenai sanksi administratif berupa pembekuan sementara Partai Politik yang
bersangkutan sesuai dengan tingkatannya oleh pengadilan negeri paling lama 1
(satu) tahun.
(3) Partai Politik yang telah dibekukan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan melakukan pelanggaran lagi terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (2) dibubarkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
(4) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 ayat (3) huruf a, pengurus Partai Politik yang bersangkutan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda 2 (dua) kali lipat
dari jumlah dana yang diterimanya.
(5) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 ayat (3) huruf b, huruf c, dan huruf d, pengurus Partai Politik yang
1
bersangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama1 (satu) tahun dan
denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah dana yang diterimanya.
(6) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (4)
dikenai sanksi administratif berupa pembekuan sementara kepengurusan Partai
Politik yang bersangkutan sesuai dengan tingkatannya oleh pengadilan negeri
serta aset dan sahamnya disita untuk negara.
(7) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5)
dikenai sanksi pembubaran Partai Politik oleh Mahkamah Konstitusi.
Pasal 49
(1) Setiap orang atau perusahaan dan/atau badan usaha yang memberikan
sumbangan kepada Partai Politik melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 ayat (1) huruf b dan huruf c dipidana dengan pidana penjara paling lama
6 (enam) bulan dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah dana yang
disumbangkannya.
(2) Pengurus Partai Politik yang menerima sumbangan dari perseorangan dan/atau
perusahaan/badan usaha yang melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 ayat (1) huruf b dan huruf c dipidana dengan pidana penjara paling lama
1 (satu) tahun dan denda 2 (dua) kali lipat dari jumlah dana yang diterima.
(3) Sumbangan yang diterima Partai Politik dari perseorangan dan/atau perusahaan/
badan usaha yang melebihi batas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 ayat (1) huruf b dan huruf c disita untuk negara.
Pasal 50
Pengurus Partai Politik yang menggunakan Partai Politiknya untuk melakukan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5) dituntut berdasarkan Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara dalam Pasal 107 huruf c,
huruf d, atau huruf e, dan Partai Politiknya dapat dibubarkan.
BAB XX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 51
(1) Partai Politik yang telah disahkan sebagai badan hukum berdasarkan Undang-1
Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik tetap diakui keberadaannya.
(2) Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) paling lama pada forum tertinggi
pengambilan keputusan Partai Politik pada kesempatan pertama sesuai dengan
AD dan ART setelah Undang-Undang ini diundangkan.
(3) Partai Politik yang sudah mendaftarkan diri ke Departemen sebelum Undang-Undang ini diundangkan, diproses sebagai badan hukum menurut Undang-Undang
ini
(4) Penyelesaian perkara Partai Politik yang sedang dalam proses pemeriksaan di
pengadilan dan belum diputus sebelum Undang-Undang ini diundangkan,
penyelesaiannya diputus berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002
tentang Partai Politik.
(5) Perkara Partai Politik yang telah didaftarkan ke pengadiIan sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan belum diproses, perkara dimaksud diperiksa dan
diputus berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB XXI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 52
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang
Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nornor 138, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4251), dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 53
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
1
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 4 Januari 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Januari 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008
NOMOR 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar