Jumat, 12 November 2010

KUTEMUKAN TUHAN DAN CINTA DI PENYENGAT (I LOVE YOU BECAUSE THE BEST OF ALLAH)

BUKIT KURSI
Deru ombak menghempas pelan laut pulau Penyengat. Dawai biola berdenting merdu memecah belah lautan yang menggulung. Setetes air menetes jatuh, dipipi dara cantik melayu nan anggun, Jilan al fajr. Perlahan ia mengakhiri dawai biolanya. Dan menatap fajar yang berwarna kuning keemasaan dengan binar mata berkaca – kaca. @@@@@
“ Jilan ”. Dari bawah Bukit kursi, Aira Zahra memanggilnya . Sahabat terbaik Jilan yang selalu setia menemaninya.
*******
Jilan al fajr merupakan anak dari pengusaha tekstil di daerah Kepulauan Riau. Kehidupannya terlihat biasa saja seperti anak pengusaha kaya pada umumnya. Selalu berlimangan kebahagiaan duniawi. Tapi hati dan pikirannya seakan terkunci rapat untuk mengenal ilahi.
Kepulauan Riau memang sangat terkenal dengan adat melayu dan norma – norma agama yang kuat. Sekuat – kuatnya adat dan norma agama, barang haram seperti ganja, heroin dan sebagainya seolah barang yang biasa. Apalagi bagi Jilan, seorang putri pengusaha kaya yang tidak mengenal agama yang dipeluknya. Segala bentuk pergaulan bebas pernah ia jalani. Hanya satu yang selalu ia pertahankan yaitu virgin. Karna hatinya dan dirinya adalah milik suaminya kelak.
Sampai suatu ketika dia bertemu dengan Dzaki Antonie. Pemuda fakultas Hukum di salah satu perguruan tinggi Jakarta. Pemuda yang lebih tertarik dengan seni dan budaya islam ini dengan sekejap mengikat hatinya. Mereka bertemu pertama kali di Mesjid Raya Sultan Riau. Sewaktu Jilan menunggu Aira Zahra sahabatnya, yang sedang sholat zuhur. Aira Zahra adalah orang asli Penyengat. Dia gadis yang cantik dan berkerudung. Mereka berteman semenjak kecil. Kehidupan Aira yang sederhana membuatnya mengenal kehidupan.
******* PULAU PENYENGAT
“ Maaf, anda orang asli Riau?”. Tiba – tiba sapaan dari belakang Jilan membuyarkan lamunan Jilan. Jilan perlahan menatap pemuda yang menyapanya.
“ Oh ia…!”. Ucap Jilan ramah.
“ Gue Dzaki, gue baru disini, dan ini dua sahabat gue”. Dzaki tersenyum. pemuda tampan dengan kaca mata tipis dan memekai topi kupluk.
“ Jilan”. Sapa Jilan, ke dua orang teman Dzaki.
“ Rifky”. Pemuda berkulit agak gelap ini, tersenyum ramah.
“ Arya”. Ucapnya ramah. Pemuda dengan gaya harajuku.
“ Gini lho Lan, kebetulan nih kami bertemu dengan anak asli sini. E… jadi boleh gak Jilan menyempatkan waktu sedikit untuk nemenin kami keliling Pulau Penyengat Indra Sakti ini. Soalnya rada bingung harus mulai dari mana perjalanan kami hari ini?”. Dzaki tersenyum dan tertawa kecil.
“ E……”. Jilan terdiam beberapa detik. Dia bingung, dia sudah punya janji sama temen clubnya untuk pesta malam ini.
“ Jilan, pasti mau kok!”. Dari belakang tiba – tiba Aira nyelongos dan tersenyum kearah Jilan. Sebenarnya dalam hati Aira yang terdalam, dia tidak ingin sahabatnya kepesta, dan menikmati barang – barang haram.
“ Tapi Ra!. Ko kan tau, walaupun aku orang sini aku tak banyak tau tentang Penyengat. Paling yang aku tau, cuma bukit kursi saja. Itupun karna aku sering main biola sebulan sekali disitu”. Ucap Jilan berbisik ke Aira.
“ Tenang Lan, kan ada aku. Aku pasti bantu ko. Nah sekalian nih, ko tau kebudayaan melayu. Masa selama hidup di sini, ko tak pernah kenal sama kebudayaan ko ndiri, itukan aneh”. Aira terus berusaha meyakinkan Jilan sahabatnya. Jilanpun mengangguk yakin.
“ Sekarang kalian mau kemana. Nanti aku yang antarin”. Tanya Jilan, ke tiga orang pemuda yang baru ia kenal, dengan semangat.
“ Gimana kalo ke makam Raja Ali Haji”. Senyum Dzaki.
“ Kok malah kemakam!”. Tanya Jilan agak sebel. Dia tidak pernah ingin kesana. Jangankan berkunjung, melirikpun dia tidak mau. Dzaki mengerutkan kening.
“ Bukannya Raja Ali Haji adalah sastrawan islam yang sangat terkenal di Riau. Beliau adalah pembangkit semangat putra Riau dengan Gurindam 12 nya”. Dzaki mulai menampakkan keseriusan.
“ Ia, tapi tetap saja itu makam. Kan Raja Ali Hajinya sudah mati, ngapain kita kesana!. Gak ada manfaatnya lebih baik kita ketempat yang lebih asyik. Contohnya ke Balai adat atau ke Bukit kursi. Daripada kemakam bikin enek”. Semua mengerutkan kening mendengar perkataan Jilan.
“ Pasti ada manfaatnya. Kita bukan hanya mengenang jasanya. Tapi kita bisa menganang, masa – masa hidup kita. Apakah kita akan terus menjadi seorang yang pasif, yang hanya mengikuti hawa nafsu. Atau orang yang aktif untuk lebih dekat pada – Nya. Karna jarak kita ke perut bumi sangatlah dekat”. Ucap Dzaki menatap Jilan tajam. Hati dan pikiran Jilan seakan teriris mendengar perkataan Dzaki.
“ Tapi itu tidak adil?”. Jilan membela diri. Seakan perkataan Dzaki ditolak oleh pikiran dan nalarnya mentah – mentah.
“ Keadilan itu hanya ada dalam Islam dan Al Quran. Lu minta keadilan, maka pelajari sekitar lu dengan Islam dan Al quran. Jangan jadikan Islam sebagai pelengkap KTP. Dan jangan jadikan Al quran itu sebagai penghias rumah, yang berdebu”. Dzaki tegas. Semua yang berada disitu tersenyum dan terkesima dengan ucapan Dzaki. Yang sangat logis.
Semenjak pertemuan itu Jilan semakin simpati padanya. Dia pemuda yang cerdas. Pemikirannya tentang Islam dan Al Quran sangat istimewa. Dia memberikan isyarat dan serapan yang baik dalam memahami Al Quran.
******* TANJUNG PINANG
Jilan menghempaskan tubuhnya kesinggasananya yang empuk. Perlahan ia menatap sekelilingnya, dia seakan mencari sesuatu yang telah lama tidak ia lihat. Sesaat kemudian ia teringat alunan merdu itu pernah terdengar disudut rumahnya. Dengan sigap ia segera berjalan menuju sudut rumahnya.
Dia terdiam beberapa saat tepat didepan pintu kamar mbak atik. Seorang paruh baya yang bekerja dirumahnya. Terlintas perasaan segan untuk meminjam barang tersebut. Karna dulu dia pernah memaki mbak atik, hanya karna tidak memperdulikan perintahnya. Malah terus – terusan membaca buku itu dengan hikmat.
“ Non Jilan, ada yang bisa saya bantu?”. Sapa Mbak atik dari belakangnya dan mengejutkan Jilan.
“ Eh Mbak Atik, hehe….”. Jilan mulai salah tingkah.
“ Ya Non, ada apa?”. Mbak Atik mengerutkan keningnya.
“ Mbak e……Apa boleh aku pinjem Al Quran mbak atik?”. Sekilas Mbak Atik terdiam mendengar ucapan Jilan yang tidak biasanya. “ Mbak….”. Jilan berusaha membuyarkan kekagetan Mbak Atik.
“ Ada Mbak, bentar saya ambilin dulu”. Mbak Atik langsung kembali kekamarnya. Beberapa menit kemudian dia membawa Al Quran, walaupun kurang bagus, karna sering dibaca. Tapi hati Jilan sangat bahagia karna ia mendapatkan apa yang ia inginkan.
“ Ini Mbak”.
“ Aku pinjem dulu yah”. Senyum Jilan dan berlari kecil menuju kamarnya. Meninggalkan Mbak Atik yang kebingungan karna sikap Jilan yang berbeda dari biasanya.
Di dalam kamar, Jilan hanya membalik – balikkan Al Quran, tanpa membacanya. Al Quran di peluknya erat sampai ia tertidur. Belum lama ia terlelap dari tidurnya, suara gaduh diluar kamar membangunkannya. Dengan mata yang masih berat ia mengintip dari balik pintu. “ Lagi….Lagi…”. Ucapnya pelan. Perasaannya sekarang sakit melihat kedua orang tuanya yang setiap malam hanya bisa bertengkar.
Jilan menutup pintunya rapat, dan menarik tas ranselnya. Ia ingin menengkan hatinya. Menjauh dari kebisingan rumah. Al Quran yang dipeluknya dimasukkan kedalam ranselnya. Dia berdiri dan mengarah kepintu. Langkahnya terhenti kemudian berbalik membuka lemari kecil yang berada di samping tempat tidurnya. Satu bungkus kecil heroin di pegangnya erat. “Mungkin dengan ini bisa menengkan pikiranku”. Desahnya, dan berjalan keluar kamar.
Ia pun berjalan melintasi kedua orang tuanya yang sedang bertengkar hebat. Ia terus berjalan. Hatinya semakin sakit, karna salah satu dari mereka tidak memperdulikan dia. Padahal Jilan sangat berharap mereka memanggil namanya paling tidak sekedar bertanya, “Mau kemana nak malam – malam begini?”. Tapi itu semua bosyit. Mereka tidak akan pernah melakukan itu, karna mereka hanya memikirkan keegoisan mereka saja.
********
Jilan melintasi jalan setapak yang sepi perasaannya sekarang campur aduk. Keringat dingin bercucuran, kedua tangannya mulai gemetar. Hiroin yang ia genggam erat, sekarang terlihat sangat nikmat. Terlintas dipikirannaya untuk menyicipi barang haram itu. Perlahan ia membuka kantong heroin tersebut.
“ Jilan…..”. Jilan Tersentak kaget mendengar panggilan dari belakangnya. Tangannya yang gemetar tak mampu menahan sebungkus heroin. Barang haram itu jatuh ketanah.
“ Kamu sakit?”. Tanya Dzaki, sambil mengambil bungkusan heroin yang ia kira obat Jilan. Jilan hanya terdiam kaku, tubuhnya melemas dan ia pingsan ditempat. “ Jilan….”.Dzaki mencoba menyadarkan Jilan. “ Ini… ”. Dzaki kaget setelah menyadari yang ia sangka obat ternyata barang haram milik Jilan. Melihat heroin berada ditanganya Dzaki bisa menarik kesimpulan Jilan adalah pemakai. Dzaki langsung membawa Jilan ke rumah sakit.
Selama dalam masa perawatan, yang selalu merawat dan menemani Jilan adalah Dzaki. Kedua orang tuanya sama sekali tidak mengetahui bahwa Jilan pengidap narkoba yang dalam masa terapi penyembuhan. Beberapa hari setelah terapi Jilan diperbolehkan pulang. Dirumah ia melihat kedua orang tuanya menunggunya dengan cemas.
“ Jilan ko kemana saja nak?”.Tanya Ibunya Jilan mendekat dengan perasaan khwatir. Melihat Jilan dengan wajah pucat dan agak kurus.
“ Ma, sebenarnya Jilan sekarang dalam masa penyembuhan, Jilan pemakai ma?”. Ucap Jilan tertunduk.
“ Apa yang kamu lakukan Jilan!. Ini gara – gara Mama yang selalu sibuk ngurusin bisnis Mama yang gak jelas!”. Ucap Ayahnya Jilan memaki keteledoran Ibunya Jilan.
“ Kok Mama yang disalahin, seharusnya Papa yang harus lebih intance karena Papa itu kepala keluarga!”. Bentak Ibu Jilan tak mau kalah.
“ Cukup”. Jerit Jilan, dengan air mata yang jatuh dipipinya. “ Seharusnya Papa dan Mama mengerti posisi Jilan. Jilan pengen seperti anak – anak lainnya. Walaupun mereka hidup dengan sederhana, tapi mereka selalu mempunyai keluarga yang utuh. Yang selalu ada kasih sayang dari orang tuanya. Jilan hanya ingin itu, dari Papa dan Mama hanya itu. Bukan kebisingan tiap malam yang selalu melayang – layang di otak Jilan. Jilan pengen Papa dan Mama Jilan yang dulu. Jilan rindu itu”. Air mata jatuh bergelinangan dipipi Jilan.
“ Jilan.. Jilan maafin Mama nak”. Ibu Jilan langsung memeluk Jilan.
“ Maafkan Papa, karna Papa tidak bisa menjadi kepala keluarga yang baik buat keluarga ini”. Ucap Papanya pelan.
“ Papa…”. Jilan mendekat kearah Ayahnya.
“ Jilan ingin Papa menjadi Papa yang dulu, selalu ada buat Jilan”. Samar – samar bening halus terlihat jelas di mata laki – laki separuh baya ini.
“ Maafkan Papa Lan. Papa akan menjadi kepala keluarga yang baik dikeluarga ini. Buat Jilan dan buat Mama. Papa janji akan hal itu”. Jilan menangis bahagia. Telah lama ia menantikan hal ini.
********
“ Assalamuallaikum…”. Dzaki memencet bel rumah Jilan. Beberapa saat kemudian seseorang dari dalam rumah membukakan pintu.
“ Eh nak Dzaki masuk. Mau ketemu Jilan ya. Bentar ya tante panggilin”. Dzakir tersenyum ramah mendapat perlakuan hangat dari Ibunya Jilan. Beberapa saat kemudian Jilan keluar dan menemui Dzaki.
“ Kenapa Ki, tumben pagi – pagi gini?”. Tanya Jilan.
“ Gue mau pamitan, dua hari lagi gue balik kejakarta. Gue takut gak sempat ketemu lo. Gue mau ngehabisin waktu gue nyusun makalah dan persiapan sidang S1”.
“ Oh gitu. Apa gak bisa di undur barang berberapa hari Ki”. Jilan penuh harap.
“ Gak..”. Dzaki menggeleng. “Gue pulang dulu Lan, Rifki dan Arya nungguin didepan”.
“ Jadi. Ko cuma mau ucapin itu, Ki?”.
“ Maksud Lo”.
“ Ya udah hati – hati”. Ucap Jilan dengan perasaan berat. Dzaki menatap Jilan tajam. Ingin rasanya ia menyampaikan isi hatinya. Tapi perasaan itu terhalang oleh imannya. “ Dzaki sebentar”. Dzaki menghentikan langkahnya.
“ Kenapa Lan?”. Tanya Dzaki. Kedua temannya melihat Dzaki dan Jilan dengan tatapan yang serius.
“ Terimakasih untuk semuanya. Ko telah merubah dunia ku. Aku…..aku….”. Desah nafas sesak menyatu dengan detak jantungnya. “ Aku ingin ko, selalu ada buatku. Jangan lupakan aku. Trimakasih..Hati – hati”. Nampak bening air mata jatuh dipipi Jilan. Dia menutup pintu rumahnya. Mata Dzaki berkaca – kaca. Kedua temannya mendekat.
“ Ky. Jilan telah membuka hatinya untuk lo!”. Ucap Arya.
“ Mungkin. Tapi jodoh adalah kehendak Allah. Kalau dia adalah takdirku. Maka aku akan bersamanya atas izin Allah”. Ucapnya tersenyum.
*******PULAU PENYENGAT
“ Dzaky…”. Aira mendekat dan duduk disebelah Dzaki. Mereka duduk di gazebo pelabuhan Penyengat. “ Kenapa ko menutup perasaan ko. Seharusnya ko lebih tau, bukannya salah satu ayat Allah mengatakan, tujuan manusia didunia ini adalah untuk saling mengenal. Karna itu merupakan salah satu ibadah”.
“ Maksud Lo?”.
“ Sekarang Jilan berperang melawan hatinya. Dia ingin melupakan ko. Dia menganggap dirinya tak pantas buat ko. Dia berperang melawan hatinya. Malah dia sempat bilang. ‘Ternyata perasaan cinta itu lebih sulit dihilangkan dari pada narkoba’. Aku tak pernah menyangka dia sangat menyukai ko, jauh dari pada ko menyukainya. Kalo ko menyukainya. Cintailah dia karna Allah. Berilah dia harapan untuk mengenal ko dan Allah”. Perkataan Aira buat hatinya teriris. Nampak matanya berkaca – kaca.
“ Dimana dia sekarang?”. Tanya Dzaki.
“ Bukit kursi…”. @@@@@
********BUKIT KURSI
“ Jilan… ”. Dari bawah Bukit kursi, Aira Zahra memanggilnya .
“ Aira, kenapa ko kesini?”. Tanya Jilan berusaha menyembunyikan kesedihannya. Aira tersenyum. Perlahan seseorang dari belakang Aira mendekat ke meriam, dimana Jilan berdiri dengan biolanya. “ Dzaki?...”. Jilan menatap Dzaki kaget. “ Ko juga kenapa kemari Ky. Bukannya ko hari ini seharusnya pulang?”.
“ Dzaki balik ntar sore Lan”. Jawab Aira.
“ Gue gak akan pulang sebelum gue nyampain hal ini”. Mendengar ucapan Dzaki, Jilan mengerutkan keningnya. “ Jujur gue gak mampu mengatakan ke lo, ‘ Jadilah pacar gue’. Karna perkataan itu bukan untuk melindungi orang yang gue sayang, tapi malah lebih menjerumuskan ke hawa nafsu. Gue akan mencintai sesorang yang bisa gue bawa dan membawa gue menemui cinta ilahi. Jika lo ingin mendengarkan hati gue. Gue akan mengatakan gue mencintai lo. JILAN AL FAJR. Dan tunggulah beberapa saat lagi, gue akan jadikan lo istri gue. Dunia akhirat”. Ucapan Dzaki menggetarkan hati Jilan. Air mata yang ia sembunyikan tak mampu ia tahan. Mengalir lembut selembut angin yang menerpa bukit kursi.
“ Karna cinta yang abadi hanya milik ilahi. Gue mencintai lo karna Allah mencintai lo. I LOVE YOU BECAUSE THE BEST OF ALLAH”. Senyum Dzaki Anthonie dan ketulusannya mengetarkan hati Jilan Al Fajr. Sekarang seorang Jilan Al Fajr mengetahui cinta abadi. Cintanya kepada Allah dan kepada insannya. Di pulau yang penuh sejarah Penyengat Indra Sakti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar